TINTA TERAKHIR UNTUKMU NONA
Oleh Romy Sastra II
Tinta merah menggores resah
Pada diksi kertas putih bernoda
Kanvas-kanvas tua hampir pudar warna
Melukis kasih sebagai tinta terakhir
Di peraduan mimpi selimut luka
Khayal ini terjaga
Menoleh lembaran-lembaran memori
Menatap jurang-jurang pemisah
Di antara nostalgia kisah Kasih
Kasih yang tak mungkin disulam kembali
History usang sudah
Tinta ini kian mengering
Tak lagi berwarna jingga telah bernoda darah
Kecewa yang menggunung
Jatuh terhempas ke lembah lara
Tinta terakhir ini
Kupersembahkan ke dalam syair
Menilai kearifan kekasih
"Ah... masih adakah rasa dikau untukku
Yang kokoh berdiri pada janji
Untuk memahami relung-relung takdir
Dari cabaran maruah cinta yang rela
Antara aku kau dia dan mereka
Tinta terakhirku ini kian memudar
Ketika kertas putih di albumku
Telah terkoyak berdebu cemburu
Yang tak bisa lagi melukis wajah rindu
Ter-iris sembilu tuduhan hipokrit cinta
Yang sesungguhnya
Bukanlah jubah pribadiku Nona
Diksi rasa cinta ini
Akan menutup lembaran biru
Lembaran hati telah beku
Tak lagi membimbing masa depan
Dari cabaran puisi yang kian tersisih
"Oh... Nona, aku memang masih di sini
Menatap menyirami bungamu nan indah
Dengan seteguk tirta maya cinta dalam bisu
Yang mengalir dari tetesan air mata rindu
Pertanda cinta ini masih ada
dan setia untukmu
Bila suatu masa jalinan kasihmu setia
Bernoktah cinta sepanjang hari
Hingga ikrar di depan penghulu
Setumpuk cabaran menjadi pelajaran
Tinta ini tak akan kuakhiri Nona
Walau mimpiku usai
Impian dan harapan terbengkalai
Daku tetap meraih obsesi dari sebuah mimpi
Jika malam tetap kau sinari
Meski mimpi-mimpi itu semu
Kan bias ditelan waktu
"Duhh ... taman khayalku merindu
Nan selalu melukis warna hati pada kekasih
Seperti indahnya pelangi jingga
Yang memerah di peraduan senja
Kusapa dikau cinta
Di kala senja hari
Adakah malam ini berpelita sinar purnama
Sedangkan malam ini
Musim masih saja berkabut
Aku serasa dibodohi si pungguk
Bermain rindu di dahan lapuk
Ketika bulan malu memadu rindu
Dikau hadirlah Nona!
Jangan pijar malam menjadi temaram
Jadilah sosok Juwita menari indah
Di dada langit
Kan menyinari pekatnya kabut buana
Daku tak lagi punya ruang
Tempat berlari mengejar bayanganmu
Tersenyum menatapmu yang jauh Yang bersandar di ranting bulan nan merindu
Meski kunang-kunang hatiku
Tak cukup mampu menerangi cinta
Di seantero mayapada
Dan terangi sukma pilu
Mengobati cerita terluka lara
Dalam kisah cinta yang tak nyata
Ketika tinta yang memudar ini masih tersisa
Yang akan melukis malam
Senyumlah!"
Pelita kecil itu janganlah sampai padam
Sedangkan dikau masih dalam genggaman
Embun rinduku
Yang selalu mencair di awal pagi
Menatap teriknya mentari siang tadi
Ketika senja tiba
Harapan pesimis memandang lembayung
Di tengah riak buih risau
Menitip kabar pada pelangi yang menepi
Ke telaga kasih nan membisu
Kabarku sama seperti yang berlalu
Aku masih mencintaimu, Nona
"Oh ... terik"
Laju sinarmu membakar langit
Hangatkan tubuhku sekejap saja!
Izinkan jejak ini menggapai obsesi hari
Senja telah tenggelam
Berharap, siluet cinta nan nyata merona
Pada keagungan Illahi Rabbi
Mendekap dalam doa-doa senja
Menitip sebait asma
"Berharap,"
cinta di hati ini janganlah redup
Aku masih seperti yang dulu yang kau rindu,
Memadah telepati dalam luah telik sandi
Meski menggores ayat-ayat pesimis
Jika kau tak lagi mengharap kehadiranku
Tak mengapa, aku juga rela
Pada tinta terakhir ini Nona
Tak jua dikau mengerti arti kekasih
Daku tak ingin jemari ini terhenti Menitip larik-larik puisi
Padamu Nona Maya si cemburu buta
Ketika goresan tintaku tak lagi dihargai
Dan tak lagi kau hantarkan warna ceria
Ke arena kanvas rupa rasaku
Yang mulai menipis di kertas putih
Karena rasaku semakin sepi
Semenjak ditinggal pergi
Pada bayangan mimpi kekasih
"Aahh ... mimpi.
Dikau paranoid tidur malamku ....
HR RoS
Jakarta, 03/04/2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar