Kamis, 27 April 2017

Prosa


PROSA PERIHNYA NOKTAH
Karya Romy Sastra II

Suamiku,
telah kau tinggalkan aku
pada noktah yang kau buat rapuh
yang dulu pernah membaja
masa di awal pernikahan kita
ketika tubuhku masih muda.

Kini kau pergi tak pernah kembali lagi
benih cinta yang kau titipkan di rahimku
telah tumbuh dewasa, belia sudah.

Ia menamparku dalam celoteh pilu.
"Ibu?" ke mana ayah tiada lagi bersama kita?
Aku rindu ayah, Ibu. Pertanyaan lirih dari gadis kecil memilukan segala nadi.

"Ahh, anakku..." sapaanmu, buah hatiku.
Desah rasa ini, luruh tuntutan rindu seorang anak nan lugu, sebak menikam jantung.
kenapa kau bangunkan lara Ibu yang telah terkurung sunyi, oh, anakku?"

Kugumam isak berlari ke kamar kecil meninggalkan si mungil lepas dari pangkuan. Diam menyendiri sedih dengan tatapan kosong, seperti dendam tak berkesudahan kepada noktah yang ternoda.

Tatapan gadis kecilku, jauh lebih pilu lagi merindui Ayah yang tak pernah pulang, Ayah yang pernah titipkan pesan belikan boneka lucu buat teman tidurnya, di kala kepergian alasan sesaat saja, nyatanya, ahh....

Oh, anakku
aku tak ingin engkau tahu, ada hal yang telah berlaku antara Ibu dan Ayahmu, anakku.

"Tangis pecah tak tertahankan"

"Ibu ..., katakan!!"
di mana ayah kini berada?!
aku rindu ayah Ibu!"

Dengan muka yang tertutup malu terhadap buah hati sendiri, kupejam mata ini dalam-dalam, berharap pemberontakan dari si buah hatiku redam.

Pada kenyataan aku dan ayahnya,
pernah berulangkali terjadi pertengkaran tanpa sebab yang tak habis pikir,
entah apa kekuranganku oh, suamiku.
Lara teramat lara dalam bunga-bunga noktah tak berbuah bahagia bersamamu.

Kuremas-remas dada ini, sakit ..."
sakit begitu sakitnya noktah dinodai.

Aku peluk si gadis kecilku kembali, memohon kepada Ilahi Rabbi, jangan hukum anakku Tuhan dengan tirani karma dosa-dosa orang tuannya sendiri.
Kristal-kristal bening berkoloni di pipi, kuusap dan terus kuusap ia terus mengalir sendiri.

"Wahai, Suamiku?!
Aku ingin kita intropeksi diri
di mana letak runyamnya noktah kita. Pengabdianku teramat indah kepadamu selama ini.
Evaluasilah janji dulu lebih baik lagi, jangan ada dusta di antara kita
jika dikau ingin kembali lagi padaku,
sedangkan aku masih mencintaimu.

Daku berharap, pada madah prosa luka ini kau baca!
Anakmu menunggumu di rumah.
Seringkali kala senja, ia mengkhayalkan sesuatu yang tak kumengerti, entah apa yang ia lamunkan. Seakan ia merasa sesuatu yang berbeda gejolak rumah tangga saban hari, antara kau dan aku suamiku, tatapannya kosong pada cakrawala yang hampir tenggelam, seperti bermain pada bayangan Ayahnya, paranoid sudah.
Ia sambil memegang sebuah buku di beranda rumah, menulis tentang rindu,
pulanglah Ayah! Aku rindu Ayah.

"Kembalilah pulang suamiku!" Bangunlah kembali istana yang telah runtuh oleh badai ego di antara kita.
Maafku padamu, sekiranya kesilapan pernah terjadi dalam proses keutuhan noktah cinta kita, dan aku juga telah memaafkanmu, pada tragedi hati yang pernah terkoyak oleh waktu yang berlalu.

Lupakanlah godaan kilauan suasa yang menggoda rasa, ia bukan emas permata kepergianmu, mencari kesenangan sesaat dalam persembunyian sepimu,
yang belum tentu emas kau dulang pada bayangan kasih hinamu di sana.

Aku masih mencintaimu dalam doa, kusujudkan tubuh ini memanggil namamu, tuk kembali.
meski tubuh ini sudah tua dan layu,
aku masih menyimpan kilauan permata pada cinta yang setia
tak akan mencari penggantimu lagi, kembalilah pulang, oh, suamiku
aku dan anakmu menunggumu di rumah.

HR RoS
Jakarta, 04092016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar