Sabtu, 26 Agustus 2017

NAN TERLUPAKAN

NAN TERLUPAKAN
Romy Sastra

rajut terkoyak sulaman rapuh
roda waktu menjajah lara
terbuka benang memori di album lusuh
hari berlalu musim berganti
kidung jiwa leraikan resah
rindu bertamu di tepian hati
lembaran asmara telah kubencii
aku kalah pada gita cinta pelangi
yang tak memihak pada sebutir embun
pergi sajalah kisah jangan datang lagi
rawat kenangan dan lupakan kekecewaan
tatap laju ke depan meski rasa itu pahit
berdamai bersama jiwa tinggalkan dendam
lupakan kisah sedih yang dulu
kisah kasih yang tak sampai
memang noktah kita telah berbeda
tak lagi bisa bersatu
hilang jangan dikenang
biarlah rindu-rindu terbang bersama debu
nan pergi biarlah pergi
usah kembali lagi

HR RoS
Jkt,18/01/2017

ESAI

_Esai_

Menyimak karya religi akak Pelangi Senja dari Selangor Malaysia.
Oleh Romy Sastra

Ini puisi membuka cakrawala pikirku, tuk meesaikan sebuah karya sahabat merangkap kakak. Tanpa ia sadari atau tidak, puisi ini mengandung filosofi hakikat yang sangat bermakna sekali pada isyarat batin yang tersirat di diri ini.

Puisi yang tak bertajuk huruf melainkan tajuknya aksara tanda titik-titik menandakan kosong tapi berisi menuai pikir dalam renungan pada titik-titik yang mesti dipahami bagi yang mencari destinasi titik itu.
Ini sebuah bentuk perjalanan imaji si aku penulis menyauk tirta di telaga batin memandu bilik-bilik diri.
Sangat sulit menterjemahkan sebuah syair yang tersirat meski ia tersurat, jika si pembaca tak memahami isi daripada kosong, melainkan insan-insan yang sudah menempuh perjalanan batin yang sudah ia temui isi di dalam kosong itu sendiri.

Mari kita menyimak puisi ini:

.....

bernafas dalam tubuh tak berjasad
bergerak bagai jisim yang  bernyawa
bercahaya dalam terang meski gelap
berbara tanpa api yang terbakar
entah..
kukutip kau dari mana
hidup dalam denyut tanpa nadi
bacalah aku tanpa noktah
kerana aku ada di mana jua

Pelangi Senja, 21.08.17
Selangor

Pada larik pertama si Aku bermadah:
-bernafas dalam tubuh tak berjasad.
Ia mengajak kita merenungi sesuatu yang batin di dalam diri ini, sebab nafs itu batin. Terasa lajunya keluar masuk pada rongga dan hidung. Ia sebuah ibadah iman diri puji memuji hakiki dari detak jantung dan nadi, Ya Hu, Ya Hu, Ya Hu / Allah Allah Allah. Dan ini dinamakan solat jati pada tingkat ibadah tarikh batin, bukan pekerjaan jasad lahiriyah.

Dan menyimak di larik kedua:
-bergerak bagi jisim yang bernyawa.
Dari tarikh gerak nafs itu mengajak jisim, dalam makna tubuh atau jasad memuji bersama lahir dan batin, maka jisim bernyawa.

Di larik ketiga:
-bercahaya dalam terang meski gelap.
Ia menuntun jiwa berselancar mencari cahaya sejati, cahaya sejati itu adalah nur dalam diri. IA sangat nyata adanya dan IA awas tak tersaksi oleh rasa tak tersentuh oleh rasa itu di dalam gelap, yang ada pekat tapi IA lebih dekat dari pekatnya gelap itu.

Larik keempat:
-berbara tanpa api yang terbakar.
Ia menyiratkan empat nafsu di dalam diri. Mutmainah, lawamah, sufiah dan amarah.
Empat nafsu bagian dari api jisim membakari panas setengah panas sedang dan sejuk. Jangan hidupkan amarah biar gak terbakar. Sebab bara itu, hanya bisa dipadamkan dengan sabar istighfar.

Pada kalimat larik kelima:
-entah.
Ia si Aku terpana bukan dungu pada lajunya pikir di dalam diri. Melainkan betapa megahnya sang Maha di dalam jiwanya.

Di larik keenam:
-kukutip kau dari mana.
Si Aku semakin heran dengan penomena yang terjadi pada puji batin, ia datang tiba-tiba bersamaan, kemilau manik-manik jiwa membuncah ke seantero arasy jiwanya, tertegun si Aku indahnya megah.

Di larik ketujuh:
-hidup dalam denyut tanpa nadi.
Sungguh si Aku semakin terharu, terpukau pada mati di dalam hidup. Sebab, si Aku yang mengenali hakiki tak lagi berpijak pada nadi dan detak jantung memuji. Ia si Aku telah bermusyahadah kepada sejati, bersaksi. Sesungguhnya yang hidup itu adalah Dzat laisa kamiselihi.

Larik kedelapan:
bacalah aku tanpa noktah kerana.
Pada Dzat laisa kamiselihi syaiun mengajak semua ciptaanNya tuk memuji mengenali khaliknya, tanpa ada alasan makhluk merasa takut pada Maha Pencipta yang Maha lembut. Tercipta karena sebab melahirkan akibat / kausalis terjadi karena kehendak tak ada yang sia-sia ia diciptakan.

Pada larik terakhir:
-aku ada di mana jua.
Ilahi, Ar-Rabbani menyatakan pada segala ciptaanNya. IA khalik tidak jauh dari makhluk dan dari segala yang ada. Sedangkan leher dengan urat leher masih ada jaraknya, IA Allah manunggal menyatu kepada segala yang ada. IA berada di mana-mana, bukan bermaksud IA banyak. Akan tetapi IA Dzat Awas menyelimuti segala yang ada dan tiada sekalipun. IA Allah Akbar, Allah maha besar.

HR RoS
Jakarta, 24/08/2017

Colek Pak Dosen
Pakdhe Agung
Pakde Eko Windarto
Defri Andi Pitopang

Jumat, 11 Agustus 2017

Puisi Belajar Mati

BELAJAR MATI
Romy Sastra

Telah aku pungut tujuh kerikil melempari dosaku, tujuh kerikil penutup pintu neraka itu.
Membolak-balik kerikil kecil memandu pituduh, menghitung diri membuka hati.

Duduk bersila menatap layaran
merenungi megatruh di kancah rahasia pikir. Terkias makna yang bermegah di ruang batin, mencari-Mu, Ilahi.

Aku belajar mati merenangi segara biru, pantai-pantai melambai menghiasi nafsu berjuntai. Kutolak bara api membakari jiwa, padamkan dengan doa tauhid paripurna.

Di ujung pencarian diri, tak kutemukan bayangan wujud sama sekali, yang ada kosong teraba, terisi awas tak tersentuh. Jiwaku terpaku menatap maha jiwa, digulung maha ombak mendesir seperti lonceng berbunyi, aku mati di segara pengabdian cinta hakiki.

Pengembaraan itu akhirnya terhenti, di garis batas keyakinan tak diragukan. Pada duduk sila semalam di rumah Qulhu. Aku merindui-Mu selalu....

HR RoS
Jakarta, 11,08,17

Senin, 07 Agustus 2017

Prosais SEPOTONG SENJA

#Kolab_Prosais
SEPOTONG SENJA

"Aku ingin menjadi sepotong senja, tuan. Dipuja tiap sore oleh para pujangga di bibir malam.
"Aku cemburu pada jingga, yang warnanya membawa kedamaian pada alam. "Kenapa tuan tak mau mengerti arti kesetiaan itu?" Sedangkan merpati masih setia pada sangkar dengan pasangan.
"Aku bukan abuabu, yang tuan anggap debu, yang tiada erti sebuah rindu, bahkan tiada dipandang mata sekalipun.

"Ahh... kutuliskan sekeping nota untukmu senja. Pinjamkan aku namamu, sebelum malam merampas kelam. Sekalian keindahanmu yang ada kutadah dalam doa.
"Semoga tuan mengerti erti kesetiaan senja pada lembayung di segara cinta.

"Ya... Nona, bersabarlah tuk sekejap!" Aku kan kembali merajut noktah yang tercabik oleh sembilu goda.
"Aku bukan si tuan yang dianggap hina, lupa dengan kisah yang pernah kita bina. Nota itu masih tersimpan rapi di hati ini, Non!"
"Akulah si merpati yang tak ingin ingkar janji pada Nona yang terkasih....
Meski terbangku melepas ego, dan kularung ego itu ke ruang senja. Menyauk embun di daun keladi, kuusap pada setangkup hati yang tersisih.

Pelangi Senja bersama Romy Sastra
Selangor dan Jakarta  07,08,17

Jumat, 04 Agustus 2017

Kwatrin Renungan Diri

#Kwatrin Renungan Diri
Romy Sastra

Sepi merenung bukan patah hati. Melainkan diam tafakur mencari diri. Duduk bersunyi-sunyi di malam hari. Komat-kamit menghitung tasbih menempuh pagi.

Sepi merenungi kejadian azali terjadi. Tuntunan tauhid di atas tiang-tiang berdiri. Pada alif berguru tongkat sejati. Jangan bermain ego jika ingin tahu hakiki.

Duhai, pengembara sunyi. Tatap malam jangan bermain kelam. Sedangkan pintu langit selalu terbuka di hati. Bulan dan bintang tak pernah tenggelam bersemayam.

Seribu guru kupelajari ajaran kebenaran. Guru-guru itu bertaburan di setiap langkah dan berlari. Taat pada tuntunan takkan tersesat jalan. Menangislah diri jika tak ditemukan yang dirindui.

Aku pernah mati meninggalkan dunia ini sesaat. Dunia ini, jika tak diawasi lelaku akan tersesat. Sebelum terlambat ke liang lahat segeralah bertobat. Kiamat diri sebentar lagi kian mendekat.

Aku mati belajar mengenali sakaratul maut. Sedangkan el-maut mencibir diri ini nyawa akan direnggut. Kenapa diri lupa tentang kematian tak merasa takut. Sedangkan tangan el-maut tiba-tiba datang mencabut.

Pada sepi aku bersunyi-sunyi menyadari kekhilafan diri. Dalam kesunyian menemui Ilahi. Wajah Ilahi bukan wujud melainkan Idzati. Dengan jalan menempuh kematian itu kita bertajali.

HR RoS
Jkt, Jumat malam 03/08/17

MEMORI DAERAH SUNYI

#puisi_kolaborasi

MEMORI DAERAH SUNYI
Pelangi Senja bersama Romy Sastra

pada sekeping hati
tanah pulau yang dibiar sepi
setelah engkau pergi
aku tewas kalah dan mati

tidakkah kau melihat aku, bekas kekasihmu
madu yang dulu kau saring, kini telah kering
membilang semu di bibir hari
noktah kita akhirnya tercabik duri

setelah engkau bertemu debunga wangi
selendang usang tak berharga lagi
perca-perca rindu jadi memori
memori yang tak berarti

jalan sepi pernah kita lewati
kau memahat namaku di daerah sunyi
hanya kau dan aku berjanji sehidup semati
ternyata lenaku mengecapi mimpi-mimpi
setelah terjaga engkau tiada lagi
kisah kasih itu ternyata ilusi

 
   4.8.2017
  Selangor dan Jakarta

Rabu, 02 Agustus 2017

PELANGI TAK SELALU INDAH

PELANGI TAK SELALU INDAH
Karya Romy Sastra II

semburat hari membulir pagi
daun-daun menari lenggok bak bidadari
capung-capung terbang bergoyang
menanti bianglala hadir merupa
fajar redup embun bias tertutup debu

netra dunia sinari lembah sunyi
di sana dan di sini iklim tak sama
gejolak hari melakon cerita usang
rona silih berganti dalam siklus masa
pelangi adakala tak selalu indah
di antara cerita lama dan kekinian
jelaslah berbeda

senja telah datang menempuh malam
di sini langit berkabut
menutup jendela biru
ruang mega keabu-abuan
seduhan kopi tak manis kuhidangkan
dunia disapa tertawan kebisuan
seperti opera tak berpenonton
pentas tertutup layar
seakan tak memahami alur cerita seni
skenario story salah tingkah sudah

bait-bait tinta bersimpuh tertoreh lusuh
pelangi tak sempurna mewarnai lingkaran
dentuman menghapus jejak kabut pagi
terik hadir seperti purnama di malam hari
lidah api mencambuk senja
geger guruh mengundang rusuh
Jibril titipkan isyarat pada kehidupan
tunduklah wahai yang tercipta pada
ke haribaanNya

kabut pekat akhirnya
rinaikan sebak di dada langit
nuansa pagi dan petang tak berseri
pada puisi ini bercerita tentang pelangi
yang tak selalu indah
pada cakrawala dunia

HR RoS
Jakarta, 03.01.2017

Puisi Tafakurnya Sang Musyafir

TAFAKURNYA SANG MUSYAFIR
Romy Sastra

Telah aku kelilingi dunia, mencariMu
Di berbagai persinggahan bertanya
Di mana pintu istana maha kekasih berada
Semua diam tak mengerti

Bertanya kepada angin
Sepoinya melenakan tubuh, mata terkantuk
Debu-debu diterbangkan, berpeluh
Tutupi saja wajah ini
Di liang rongga ia memuji

Bertanya kepada langit
Jangan tatap dadaku
Bulan, bintang, matahari, mereka semua bersujud
Merunduklah!
Pintu langit ada dalam tafakur

Bertanya kepada hamparan terbentang
Pasrah tak menuntut jera, jerih dan lelah
Ia berbisik pada pasir-pasir terpijak
Di tubuhmu pagar istana kekasih berada

Bertanya kepada samudera
Riak-riaknya melambai seperti bayangan
Jangan menatap nun di kejauhan
Telanjangilah jiwamu, selami kedalaman itu

Terdiam sejenak merenungi diri
Yang dicari sesungguhnya tak jauh
Cukup bertanya pada rasa, mursyid
Istana kekasih itu
Pintunya ada pada kematian di dalam hidup

HR RoS
Jakarta, 20,03,2017