Kamis, 30 Maret 2017

#kwatrin

#kwatrin

INTROPEKSI DIRI OBAT SAKIT HATI
Romy Sastra II

Kalau perlu menangislah!
Jika lara itu kan luruh, berlalunya duka
Kembalikan senyuman yang tersisa
Jangan bermain hiba di sudut hati, kan tersiksa

Ketika janjian bertamu, bahwa ia adalah ibadah
Jangan salahkan takdir menyapa
Sedangkan suratan lagi bermain bersama misteri kehidupan
Seperti gulungan awan hitam menyimpan hujan

Jangkaulah langit tertinggi di haribaan-Nya
Bisikan mantera jiwa ke dalam doa
Bawalah seuntai madah cinta, kepada maha cinta
Malaikat kan tersenyum, menatap insan yang berduka

Kabarkan kepada Rabbani!"
Doa-doa cinta berhias tobat nasuha
Redalah segala resah menghimpit hati
Semoga luruh nan risau berganti ceria kembali

Kehidupan dan kematian adalah keniscayaan
Maka tersenyumlah menghadapi ujian
Biarkan hikmah mendewasakan kisah pada suratan
Semoga bertambah penghayatan diri, tuk cabari laju kehidupan

Sedangkan senja pasti menanti, temaram
Memintali siang ke ranah malam, tenggelam
Ia isyarat alam pada hidup di kemudian
Jangan tangisi benang kusut tak terurai, kembalilah kepada Tuhan

Intropeksi adalah penyelesaian terindah
Jangan sesali luka, bahwa hati meminta kedamaian sepanjang usia
Bercumbulah bersama problema
Biarkan ia tersenyum mesra, melahirkan keharifan tiada tara

HR RoS
Jakarta, 30/03/2017

Rabu, 29 Maret 2017

Sajak Naratif

KHALIFAH MAHKOTA DIRI
Romy Sastra II

mahkota tersusun indah, harkat diri martabat tubuh, lambaian seperti mayang menari disepoi si angin lalu
mahkota nan indah berjela-jela tutupi maruah istana tak terjatuh di lembah hina, jadi jembatan melaju menuju mimpi-mimpi

pandai berkaca di kening kan tampak kilauan manik-manik permata, merupa tak dapat disentuh,
tak pandai mengemudi lorong hati, pekat membayangi

matahari diri menatap terik tersungkur malu
tak pandai memandang tertipu dungu
mata hati bersenandung rindu bertemu rindu
meneguk telaga firdausi tak berair melainkan nurrun ala nurrin

nafs-nafs menghela bergerilya adakala sama seiring senada, jadilah seperti seruling senandungkan puji,
adakala ia tak sama bernyanyi
tersendat terikat simpul kabari rahsi melangkah
wahai angin nan berhembus,  jangan lelah memompa jantung berlari, biarkan sumbu selalu hangat
nyalakan lilin di nampan misteri

layar kipas mengipas, sharinglah kabar dan opini, jangan iringi musik nan berbisik merusak amarah membakar istana, kan lebur gunung Thursina dihantam badai melanda, terimalah untaian firman, bahwa ia adalah kabar terindah dan mulya, menutup segala isu nan membunuh

oohh, lubang dunia terminal rasa
jangan tamak menggigit segala yang ada, jadilah corong memfilter nikmat dan pahit, dari sanalah bermula kebaikan dan keburukan terjadi, pada sari-sari dilumat, jadi saripati menyuburkan organik di batang tubuh ini

mahkota di kepala harkat martabat diri
wajah nan indah sempurnanya Ka'batullah
rebahkan ia menuju denstinasi tertinggi
tunduk dan sujudkan sepanjang waktu bertamu

HR RoS
Jakarta, 28/03/2017

Puisi

NABIYULLAH SULAIMAN
Romy Sastra II

Dengan izinNya
Tunduk segala makhluk padamu
Tiada yang agung kerajaan selain kerajaanmu
Tiada yang kaya,
selain kekayaanmu di dunia ini
Engkau tak sombong wahai Nabiyullah

Nabiyullah Sulaiman sejarah teragung
Permata-permata jadi kaca, Balqis terkesima
Singgasana Saba dilipat dalam doa
Sekejap lenyap tak berharga
Balqis tunduk menyerah

Kekuasaanmu tak satupun menandingi, di zaman itu hingga nanti
Penyembahanmu sampai tongkat melapuk
Hingga rayap-rayap bermain debu
Bahwa ibadahnya fana ke ujung nyawa
Tersungkur,
entah berapa lama roh berpisah dari raga

HR RoS
Jkt, 27/03/2017

Minggu, 26 Maret 2017

Puisi


SURAT TERAKHIRKU
Karya Romy Sastra

Akhir sebuah cerita
kugoreskan tinta merah
pada secarik kertas putih
linangan air mata berkaca-kaca
tumpahkan kekecewaan
lewat tinta terakhir ini

Meski kutahu
tak kan mungkin kertas putih
membungkus api
pada rindu menganyam cemburu

Pernah dulu kita menjanjikan ikrar setia
terlena dibuai indahnya belaian manja
kini kau campakkan aku di sudut duka

Cinta sudah direnggut dikhianati
dirampas dalam keterlenaan
setelah puas, kau berlalu ....

Pernah delikmu bersandiwara
mencari titik kesalahan
kau temukan setitik noda dari salahku
yaitu, ketidaktahuan aku
tentang sebuah canda dan fakta
kau jadikan itu senjata menikam kisah
bak nila setitik, rusak gulai sebelanga

Pedihnya luka kau torehkan ke dada ini
masih bisa kutahan
bahkan kau coreng arang di keningku
masih mampu malu kupejam

Kini,
kau berlalu dengan kekasih yang baru
aku rela mendoakanmu
semoga kau berbahagia bersamanya

Surat terakhir ini,
adalah akhir sebuah cinta
kuhantarkan lewat media maya
tutuplah rapat-rapat kenangan indah bersamamu
biarkan ia membisu

Seteguk rindu pernah dirampas dulu
adalah kebodohanku

"Aahh ... kini,
jangan pernah kau datang lagi
ke dalam hidupku
kalau itu hanya persinggahan sementara
hanya mengisi sepi sisa hidupku saja
biarlah kututup rapat-rapat kenangan bersamamu
akan aku abadikan ke dalam history

Dan aku berjanji,
tak ingin cari penggantimu lagi
setia ini,
kugenggam sampai mati
walau bersama bayanganmu
karena cinta setengah hati telah kau bagi

Satu pintaku,
pahamilah setia ini
meski aku tak sempurna
menghadiahkan cinta yang bersahaja

Pilihlah jalan hidupmu
doaku menyertaimu
selamat tinggal kekasih
selamat tinggal kenangan....

HR RoS
Jakarta, 10-11-2015,  08,53

Kamis, 23 Maret 2017

Kwatrin

#Kwatrin

LAYARAN AKAN TENGGELAM
Romy Sastra II

Dayung ini hampir rapuh, wahai impian
Laju layaran akan sampai jua, tenggelam
Tak mesti gagah berdiri di destinasi
Menikmati hidup di setiap langkah adalah sampai

Jangan menabur haru, debar kian gemuruh
Riak-riak menari usiknya sang bayu
Berkacalah diri pada kisah nan lalu
Hidup keniscayaan, kematian pun bertamu

Layaran akan tenggelam
Tak mesti di dermaga berlabuh
Satu langkah melaju jatuh
Beribu kilo berlayar tetap karam

Menikmati pemberian adalah syukur
Jangan berkeluh kesah jatah itu diberi
Ikhtiar hasil sedikit banyak sama saja
Hanyalah amal pelipur lara di alam misteri

Tuan dan nyonya
Sudilah menyirami daun-daun nan layu
Walau ilalang tegar berdiri cabari gersang
Semoga bunga berbuah aset itu nanti

Menunduklah sekejap wahai keangkuhan
Adakah rinai terjatuh di liang zam-zam
Temukan kedamaian rindukan kematian
Diri ini tak berlangsung lama iringi dunia

Renungi jejak-jejak kau jelang
Serasa semu tiada yang abadi
Menangislah akan dosa, mungkinkah terampuni
Sedangkan noda daki di hati kian menumpuk

Pada puisi kutumpahkan sesalan
Pada doa kularung kesalahan
Pada kekasih membawa rindu
Semoga yang dicintai sudi bertamu

Kekasih, kumerinduimu
Peluklah bangkai ini, ampuni aku
Leburkan segala dosa yang ada
Tersenyumlah Dikau menyambutku nanti

HR RoS
Jakarta, 23/03/2017

Rabu, 22 Maret 2017

Cerpen

#Cerpen

KABUS RINDU DI PANTAI SABAH
Penulis: Romy Sastra II
           

Senja itu,
siluet perlahan redup tertutup kabut pada bayangan awan hitam melingkup mayapada di pantai Sabah.

Nun yang jauh di ujung negeri Borneo, di pantai Rang Bulan, tepatnya di pantai kota Belud tepian selat Philipina, dua insan berkasih sayang anak dan ibundanya, memandu kehidupan dengan suka duka semenjak ditinggal oleh tongkat harapan masa depan belahan jiwanya yang lebih dulu pergi ke haribaan Illahi, yang ia telah lama bersemayam di nisan sunyi dalam dekade yang berlalu.

"Kring... kring... kring....

Suara telepon dari dalam tas Irwan berbunyi, spontan Irwan buka tas dan mengambil handphone yang disimpan di dalam tasnya. Kebetulan Irwan lagi berada di suatu pesisir pantai Jakarta, tengah asyik memancing mencari hiburan masa istirahat, menghilangkan penat dalam berniaga sehari-hari.

Sekejap Irwan tertegun, ternyata ada call mesenger yang masuk, tertulis nama  Laila. Hati Irwan serasa tak percaya, kalau Laila nelpon Irwan tiba-tiba. Padahal lama sudah Irwan tak berkomunikasi dengan Laila.

Klik....

"Assalamualaikum... salam dari Irwan. "Waalaikumsalam ...jawaban Laila.

"Halo... ini Laila ya?
"Iya ...abang.
jawab Laila seketika.

Tumben dikau call abang Laila.
Sahut Irwan dalam percakapan lebih awal.

Kenapa memangnya abang?
"Jawaban Laila dalam nada penasaran"
tak bolehkah saya callmu abang?"

"Boleh saja Laila, masa sih tak boleh.

"Oya, Laila?" Adakah dikau sehat-sehat saja, dan juga, bagaimana keadaan anak-anakmu serta ibundamu di sana?" Apakah mereka baik-baik saja.

"Alhamdulillah abang, kami baik-baik saja di sini. Jawab Laila di ujung nada teleponnya.

"Dan abang, bagaimana keadaannya di Jakarta bersama istri dan anak-anakmu abang?"
Kembali Laila bertanya tentang keadaan Irwan mantan kekasih Laila itu.

(Sedangkan Irwan sendiri sebetulnya telah berumah tangga)

"Alhamdulillah juga Laila, abang sekeluarga baik-baik saja kok di sini.

Percakapan di telepon itu berakhir dengan bla bla blaaa....

Karena Irwan telah lama berpisah sebagai pasangan kekasih dunia maya bersama Laila.

*****

Kabus rindu di pantai Sabah, tersirat dari rona kanvas hantaran gambar pada sampul ruang Facebook Laila.

Sosok dua insan berjalan di atas pasir putih menuju riak mendebur pantai yang sunyi, bergandeng berdua dengan si Putri anak semata wayangnya.

Sekejap Irwan tertegun mengamati dengan bahasa imaji. Bahwa ada seekor merpati dari jauh yang tak mampu hinggap ke sebatang pohon nan rindang di tepi pantai itu.
Putri dan Laila sang ibunya, ia bertongkat semangat dengan satu kaki berjalan. Tak ada pemandu seorang ayah menuju samudra kehidupan, tuk berteduh pada sebatang pohon nan rindang yang telah asri disirami rintik-rintik rinai meneteskan kasih pada malam hari.

Pohon itu telah subur dan indah,
ia adalah isyarat sepoinya hembusan angin pada curahan rasa rindu dalam telp angin mesra  berbagai percakapan mesenger bersama merpati-merpati yang lain.
Apakah ia hanya penghibur saja, dan ataukah Tuhan telah menghantarkan kekasih yang baik tuk mengisi relung hati Laila yang selama ini sepi sepeninggal sang suami ke alam keabadian. Apakah merpati yang lain itu lebih berjaya tuk mampu terbang demi melanjutkan noktah hidup si Laila itu. Uhh, entahlah.

Dalam hati si merpati yang patah sayap tercabut oleh desau pilu pada angin nan tak bersahabat  yang ia enggan hinggap kepada pohon itu. Hanya mampu berdoa saja: ya Allah, berikan kehidupan yang subur dan indah untuk hidup yang terbaik buat pohon gersang itu selama ini, supaya hidupnya kokoh tumbuh pada cabaran gersang nan melanda sepeninggal yang pernah menyirami, diganti oleh sosok merpati yang sejati. Yang ia selama ini ada dalam kebimbangan dan terbuai harapan-harapan kosong belaka. Oleh camar-camar liar di pantai Sabah.
"Dalam doa sang merpati yang ikhlas."

Itulah yang dicerna dari merpati yang enggan terbang pada pohon itu, bahwa ia mengisyaratkan, ada sudah merpati yang lain sebagai penghibur tumbuhnya pohon yang hidup di tepi pantai, dalam riak-riak angin dan gelombang yang gelisah selama ini, semenjak berakhir badai pada kisah ikrar merpati dari seberang yang tak ingin ingkar janji.

Memang Laila telah berpisah dengan Irwan dari seberang, tapi hubungan perasaan dalam pertemanan tetap terjaga hingga kini, meski hubungan komunikasi selalu pasang surut.

Kini, dalam hati Irwan, ia berdoa. Semoga Laila segera mendapatkan pasangan hidup dunia sampai akhirat. Sebagai pengganti suaminya Laila, estafet janji almarhum di masa menjalin cinta menuju bahtera sampai tua berlabuh di depan penghulu. Yang ia suaminya Laila telah meninggal sepuluh tahun yang lalu.

Dan harapnya Irwan lagi, buat Laila. Hati-hatilah memilih pasangan, Semoga Tuhan mengirimkan jodoh untukmu sebagai imam dalam keluarga besar Laila di sana. Didiklah anak-anak dan cucu yang mulai tumbuh remaja, tuk bisa mandiri menghadapi laju kehidupan buat masa depannya nanti.

Selesai

HR RoS
Jakarta, 22/03/2017

Selasa, 21 Maret 2017

Kwatrin

#Kwatrin
TAFAKURNYA SANG MUSYAFIR

Telah aku kelilingi dunia, mencari-Nya
Di berbagai persinggahan bertanya
Di mana pintu istana maha kekasih berada
Semua diam tak mengerti, tunggu saja hidayah

Bertanya kepada angin
Sepoinya melenakan tubuh, mata terkantuk dingin
Debu-debu diterbangkan tutupi wajah ini
Di liang rongga ia memuji

Bertanya kepada langit
Jangan tatap dadaku, di hati yang sempit
Bulan, bintang, matahari, mereka semua bersujud
Merunduklah! Pintu langit ada dalam tafakur hubud

Bertanya kepada hamparan terbentang
Pasrah tak menuntut jera, jerih, lelah dan senang
Ia berbisik pada pasir-pasir terpijak
Di tubuhmu pagar istana kekasih berada, tampak

Bertanya kepada samudera
Riak-riaknya melambai seperti bayangan cinta
Jangan menatap nun di kejauhan
Telanjangilah jiwamu, selami kedalaman

Terdiam sejenak merenungi diri
Yang dicari sesungguhnya tak jauh dari hati
Cukup bertanya pada rasa, mursyid tutupi
Istana kekasih itu, pintunya ada pada kematian di dalam hidup ini

HR RoS
Jakarta, 20/03/2017

Kolaborasi puisi prosais

#Kolab_Puisi_Prosais

SETIALAH DINDA
Romy Sastra II bersama Puji Astuti

#i_Romy

Badai itu telah berlalu, semenjak dikau pergi dari hidupku, Dinda.

Petang ini, hujan di langitku tak jadi turun. Gemuruhnya awan titipkan pesan kepada angin. Bahwa malam ini, akankah hatiku kian sunyi? Sepeninggal dikau pergi, tak sekalipun kabarkan rindu kepada pelangi. Dendangkan asmara, bersemi di daun-daun yang hampir mati, siklus musim tunaskan rindu kembali.

Dik, sabarlah menghadapi hidup.
Adakala musim gugur dari angin timur jauh cabari nasib menuju angin barat. Meski usia senja, beban ini semakin menindih pundak. Jangan pergi lagi menyulam mimpi semu, bercumbulah pada impian yang nyata-nyata menghidupkan masa depan kita.

Kembalilah pulang dik! Di sini daku masih memuja rindu untukmu. Jangan bermain ego pada maruah langit kau kan terjatuh nanti. Menunduklah ke bawah! Hidup bersahaja bersama realiti cinta yang kumiliki.

#ii_Puji

Terpaan angin rindu, dingin dan kosong yang kurasakan di sini, Kanda.

Pagi tadi, kudapati diary sepi yang menggayuti jiwa rapuh ini.
Aku pergi membawa binar mata sayu mengejar cahaya ungu yang mengajakku tuk meninggalkanmu.
Hatiku ternyata kosong tanpa sapaan hari-harimu. Di saat terlena kubuka mataku, resah ini tetap tertuju padamu walau rasaku kian menjauh darimu.

Berjalan meniti tumpukan berselimut bayangan, silau hidupku tak gemerlap mimpiku, hanya hampa yang kurasa. Tiada kedalaman cinta yang kau punya untukku. Kanda? Di sana titahmu lengah, jiwaku menggantung seperti layangan yang diterbangkan angin senja.
Tiada kukuh seperti kukuhnya lenganmu yang selalu melindungiku dengan segenap jiwamu, pada ikrar di depan penghulu.

Aku sadari silap ini.
Kembali pulang padamu, membawa segenap hiba karena kepiluanmu itu.
Yang telah meninggalkanmu demi egoku, mencoba tuk setia pada satu hati kepadamu.

Ternyata aku merindukan canda kita, di saat-saat terindah. Luangkan waktu itu, tak lagi terlena dihimpitan dunia. Dengarkan juga rinduku Kanda, semakin menyesakkan dada untuk segera bersimpuh di pangkuanmu, dan melepaskan beban jiwa di sandaran realiti cinta yang kita punya.
Berbahagia kita bersama,
dalam suka maupun duka, selamanya....

Jakarta, Jogjakarta, 21/03/2017

Senin, 20 Maret 2017

Sajak Sastra Gita Pelangi

SAJAK SASTRA GITA PELANGI
Karya Romy Sastra

i
tunggul tua melapuk berdebu,
bertahun-tahun ditebas ditinggal pergi
rela lebur dimakan waktu,
bias perlahan diterpa bayu,
meski tunas tak berganti,
organik di batang tak suburkan ladang,
sedih menyapa riuh burung murai bernyanyi
tinggalkan benih noda tapi suci pada takdir gersang berharap subur,
siklus tunas nan enggan tumbuh, hanya berganti jamur-jamur cendawan
penghias sepi walau tak menarik

ii
pada poetry jiwa kabarkan pesan seni
teruntuk punggawa sastrawan sastrawati
lencana seremonial seni tak berarti
di pundak regenerasi terima sajalah
penghibur rasa pada tinta sastra nan rela
aksara luah menjulang ke langit tinggi
tak bertangga menembus kosmik jiwa

iii
sadari,
ketika angkasa tak berpelangi
koloni awan nan berarak,
jangan enggan menitik basahi gersang
lama sudah menghadang,
ilalang nan bertahun-tahun dahaga
tetap hidup tak lekang dengan panas
tak lapuk ditingkah hujan
tak mati meski kering kerontang

iv
berguru pada semut merah nan beriring jalan
seiya sekata saling menyapa tak menikam maruah
bersama meruntuhkan gunung
tak menimbulkan bencana
bergandeng tangan
ciptakan istana nan megah
tak ingin menyakiti diganggu membela diri

v
sastra gita pelangi menitip bahasa seni
sastra cinta bersemi
tak melebar cerita gombal suatu hati,
melainkan menghibur pada banyak hati
yang mau memahami rasa puisi saja
tak menggadaikan ego semaunya
membiarkan alur ke hilir menuju muara

vi
warna-warni bianglala jingga adalah simponi gesekan dentingan biola kearifan sabda nada alam gemuruh riuh bangunkan pertapaan Dewi menyulang banyu di pemandian mistik aromakan kembang melati

vii
sastra gita pelangiku memadah kiasan
saling berbagi tanpa pamrih
bak air mengalir tak ingin kering
disauk musafir alam
bak embusan angin sepoikan dedaunan
meski dahan kan patah
ranting-ranting berjatuhan

viii
menari riak seayun ombak
tak menikam perahu
meski badai datang menerpa samudera
jangan tangisi nahkoda melepas sauh,
bukan ia menakuti pelayaran kan oleng
waspada diri jubah kearifan ilmu pengetahuannya,
jangan sampai laju doa tenggelam
sebelum cemas sirna tiba di dermaga

ix
kita nikmati sajalah liukan nyiur di pantai
berhias menambah hembusan
camar-camar bernyanyi kepakan sayap
tarikan gemulai menari di dada sagara
meski panggung tak berpenonton ceria

x
terdiam menatap barisan pasir membentang
tak berujung tumpang tindih
tak menyalahkan satu sama lainnya
berdamai pada poetry rasa
ia gesekan poetry sabda maha jiwa

HR RoS
Jakarta,28122016

Minggu, 19 Maret 2017

Cerpen Kolaborasi

#kolaborasi_cerpen    
     
Tema: PETUALANGAN
Judul: MERANTAU
Penulis: 1. Romy Sastra 2. Siti Rahmaniyah

Bak pepatah Minang, Karatau madang di hulu, berbuah berbunga belum. Merantaulah bujang dahulu, di kampung berguna belum.

Pepatah itu di ranah Minang, seperti magic memacu semangat muda-mudi untuk tinggalkan kampung halaman, demi menatap masa depan dan harapan-harapan.

Sebut saja namanya Rendra. Rendra remaja tanggung, berasal dari daerah Sumatera Barat.

"Mak..., selepas Lebaran nanti, saya hendak merantau ke tanah Jawa mencari pengalaman," ujarnya pada sang Ibu.

"Oya? Lalu, bagaimana dengan sekolahmu Rendra?" tanya Mak sembari mengernyitkan dahinya yang sudah berkerut.

"Mak..., aku tahu sekolah itu penting. Tapi aku kasihan sama Mak, sangat payah membiayai sekolahku," rengek Rendra lagi.

"Tidak Rendra, kau harus sekolah, Mak masih mampu menyekolahkanmu, meski Mak mengambil upah dari sawah orang, setelah ayahmu tiada, Nak...," kenangnya setengah menangis.

Air mata Rendra menitik mendengar kata-kata Maknya, sebab beban orangtuanya terlalu berat dan pahit. Namun, demi si buah hati seorang Ibu, untuk menyekolahkan anaknya seperti anak-anak lain di kampung halaman. Buat seorang Ibu, apa saja ia lakukan demi pendidikan dan masa depan anaknya. Jujur saja, di masa itu kehidupan orangtua Rendra sulit, di bawah garis kemiskinan.

***
Pagi itu, ketika Rendra pamit pada orangtuanya untuk merantau, tinggalkan seribu kenangan di kampung halaman, mencari kehidupan baru di perantauan. "Mak..., sekiranya nanti Rendra berjodoh di rantau, relakan Rendra ya, Mak?"

Maknya hanya terdiam. Tak terasa bulir-bulir bening bergulir di pipi Maknya, tanpa ada sepatah kata pun dari bibirnya. Hanyalah peluk perpisahan di antara mereka. Hening. Hari berlalu, bulan dan tahun berganti. Rendra makin tumbuh dewasa. Satu dekade berjalan, Rendra selalu kirimkan kabar setiap tahun pada Maknya, kalau ia tak sempat pulang kampung pada saat Lebaran.

***
Perkenalan Rendra dengan seorang gadis cantik berdarah Jawa-Yogyakarta, terjadi di kota Metropolitan.

"Hai! Kenalan dong, siapa namamu, Dik?" sapa Rendra.

"Hai juga, Abang, namaku Sarah," jawab gadis tersebut. "Siapa nama Abang ya?" lanjutnya.

"Aku Rendra, Dik!" ‘Nama yang tampan, setampan orangnya. Hmmm...,’ Sarah bergumam sambil senyum-senyum sendiri.

Sarah, adalah seorang gadis berpendidikan dan anak orang berada. Rendra, berkenalan di depan kampus---ia sedang menempuh pendidikan sarjana. Seiring waktu berlalu, Rendra menjalin cinta dengan Sarah, Rendra sangat mencintai Sarah—dan juga sebaliknya. Rendra berkeinginan, Sarah yang dicintainya itu jadi pendamping hidupnya kelak jika berjodoh.

***

Suatu hari Rendra mengutarakan niatnya memperistri Sarah. Dan karena Rendra serius, ia ingin bertemu dengan kedua orangtua Sarah. Ternyata gayung pun bersambut. Usai pendidikannya Sarah sudah siap dipinang oleh Rendra. Hati Sarah berbunga-bunga tentang bahagia yang tak terucapkan. Tibalah hari yang sakral, ketika dua hati dipertemukan lalu cinta bertaut. Rendra sudah mendatangkan orangtuanya untuk melamar Sarah menjadi seorang istri. Ijab kabul dan resepsi pernikahan mereka diadakan di salah satu gedung resepsi di Jakarta. Semua berjalan lancar seperti yang mereka dan keluarga kedua belah pihak harapkan. Rendra pun sudah mendapatkan pekerjaan tetap. Rendra mengizinkan Sarah jika ingin bekerja. Namun Sarah memilih untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak mereka yang akan lahir kelak. Ya, kini umur pernikahan mereka sudah berjalan tujuh bulan. Beberapa bulan lagi akan lahir anak pertama mereka.

***

Tangis seorang bayi pecah ketika azan subuh berkumandang, pagi ini. Bayi laki-laki mungil dan tampan menjadi pelengkap bahagia mereka.

"Aku namai anak kita Putra Reza Pratama, Sayang," ujar Rendra selesai mengazani bayi mereka.

"Terserah Abang saja, nama yang bagus dan gagah!" kata Sarah berseri-seri meski lelahnya perjuangan melahirkan beberapa jam yang lalu masih terlihat di rona wajah cantiknya.

"Sayang..., aku ingin memintamu seorang anak lagi nanti," pinta Rendra seraya mengerling nakal  ke arah istri yang sangat ia cintai.  

"Ihhh..., kalau Abang minta sekarang, aku kasih boneka barbie kesayanganku ya!" Sarah menimpali candaan suaminya dengan manja.

Dan, gelak tawa mereka tak terelakkan lagi. Sampai-sampai beberapa perawat jaga merasa iri melihat kemesraan pasangan tersebut.
Sementara Rendra menerima ucapan selamat yang bertubi-tubi dari sanak saudara via telepon genggamnya---Sarah memperhatikan suaminya dengan seksama. Semakin ia menyayangi dan bangga akan suaminya itu.
Perantau, pekerja keras, penyayang, dan sangat menghormati orangtuanya dan orangtua Sarah juga tentunya.

Bahagia itu sederhana. Mencintai, memiliki, dan menjaga cinta tetap tumbuh subur di hati masing-masing, merupakan pengorbanan yang tak ternilai harganya.

***TAMAT***

Jakarta, 12.12.2016

* Karatau: area persawahan/perkebunan
* Madang: sebuah pohon di Minang.

Puisi

SKETSA TETESAN DARAH CINTA
Karya Romy Sastra

Pertemuan sebuah rasa
membuncah asyik,
membulir makraj makraj cinta
dalam cumbu asmaradana
membuai sayang
terlena jerih di puncak kasih

Fitrah bersabda dalam qolam,
sari rasa bersemayam bersama sulbi
tetesan darah cinta berkoloni ke dalam garbah.

Bersatunya wadi, madi, mani, maningkem
dikontak oleh rahmatan Nur Murhammad
jadikan si jabang bayi
berjanji kan mengabdi

Satu langkah insani berada ke dalam surga
memuji menyapa cinta bertasbih

Menitis ke dunia menjadi khalifah
sebagai regenerasi cinta
apakah akan jadi baik atau celakakah?

HR RoS
Jkt,04012017

#Kwatrin

#Kwatrin
PADA KOSONG ADA ISI
Romy Sastra II

Diam itu bukan membisu
Tatapan berbicara lewat rindu
Dialog rasa tentang kalbu
Bahwa sukma mengulit mimpiku

Tundukkan kepala batu
Duduk tafakur menghitung-hitung malu
Gelap diri tak bisa berkaca
Bersihkan noda dosa dengan doa-doa

Kapan lagi menyibak yang tertutup lama
Terlena diri, dengan kepalsuan dunia
Mimpi-mimpi tentang dunia nan indah
Larungi saja nafsu di atas sajadah cinta biar sirna

Dalam diri kosong terperi
Padahal ia terisi sudah nan sejati
Mengisi yang telah ada
Tak payah memetik sastrajendra

Sastrajendrayuningrat klimaks pendakian hati
Pada makam-makam diri dilalui
Dengan menempuh mati di dalam hidup yang rela
Berusahalah menanam benih-benih cinta, semoga berbuah

HR RoS
Jakarta, 14/03/2017

#Spirit_Salaf

#Spirit_for_you_ukhty

Jangan bunuh maruah sunahmu yang lagi berevolusi dari jubah umum ke jubah dakwah khusus. 
Dengan adanya kicauan burung-burung mencicit cuit, dan angin meniup sepoi tapi meluluh-lantakkan bunga iman yang mulai tumbuh. Jika kau galau dan gak siap melawan dengan cabaran itu kan berujung konflik hati dan pikiran, hingga bermusuh-musuhan kepada ujian, justru ia akan menghanguskan amalmu ya ukhty 
tersenyumlah di balik tirai halimah
walau pipimu basah karena hiba.

Pahamilah! 
Karena ia cabaran hidayahNya untukmu dan kita semua, untuk menampakkan betapa eloknya bahasa sunah itu kau dan kita sandang. Meski telapak kaki ini penuh duri melangkah dan jubahmu kotor dilempari najis, kau tetap tersenyum bersama alam dan bijak dengan keadaan yang menghakimimu dengan ketidaktahuan mereka atas perubahan itu, ia akan menjadi ladang ibadah untukmu. Dan itu kalau kita mau DIAM dan tersenyum ikhlas kepada mereka, tak ikut menabur bensin ke tungku yang bergelora. 

"Wajida wajidahu tongkat itu"

Kalau ukhty gerah dengan segala cabaran.
Ia akan paranoid nantinya, karena bumerang sudah hidayah yang kau kejar dari hidayahNya
teguhlah di jalan sunah sang pembawa risalah itu.

Ironisnya nanti amalmu yang pupus.

Tidak semua alam itu setan, sekenarioNya menjadikan semua ciptaan itu khalifah kepada yang lainnya. Allah maha bijaksana kepada ciptaanNya. 
Hanya orang-orang sabar dan ikhlas sebagai kekasihNya, dan menjadi umat terbaik di hadapan rasulNya.
Bukan orang yang berkeluh kesah dengan ujian. 
Yang akan menikam jejak-jejak fitrah yang kau jalani. 

Tersenyumlah kepada koloni awan hitam, bukan ia menutup mayapada tak berlentera. 
Tapi sesaat ia akan turunkan hujan membasahi gersangnya halaman dan jalanan yang kau lalui.

Jadilah dikau seperti pelangi selepas hujan reda, 
kan ada terik menyinari menyapa senja. 

Selagi arif dan bijaksana dengan jubah iman serta dakwah yang kau bawa. 

Bahwa ilmu dan amal itu indah 
di balik cadarmu bukan aib tapi ladang ibadah.

By Romy Sastra II 
Jakarta, 18,3,17