Jumat, 28 Juli 2017

Puisi Menjawab Puisi Syaidina Ali

OBATMU TERDAPAT DI DALAM DIRIMU
Romy Sastra II

Ketika sadar terpikirkan tujuan
Jangan lari dari kenyataan
Merasa perih tak ada penawar
Sedangkan Tuhan bersamamu, menyediakan segala kebutuhan

Jangan gelap bermain api,
kan terbakar nanti
Sedangkan cahaya hati selalu menerangi

Apakah kamu tak menyadari penawar lara
Ia berasal dari dirimu
Kenapa kamu tak mengetahuinya?
Kau mengira hatimu satu benda yang kecil

Namun
Di dalam hatimu
Termuat alam yang begitu besar
Segala lara ada obatnya
Surga dan neraka ada di dalamnya
Bahkan cinta dan benci bergandengan
Tak berjarak seperti misykat tak terlihat
Nyata mengikat erat sebuah perjalanan

Unsur tubuh kearifan ruh
Maka, kenalilah sang Maha Ruh
Hingga sakit terasa nikmat
Berjalanlah dengan pedoman
Biar tak tersesat jalan menempuh kehidupan dan kematian

HR RoS
Jakarta, 130617

#menjawab_syair_Syaidina_Ali

Prosais Berguru Pada Semut

#puisi_prosais

Berguru Pada Semut
Romy Sastra II

Bisu bukan tak bersuara, aksara bahasanya mengeja kata.
Tarian jemarinya gemulai, yang melahirkan makna
Bisu membaca perihal cinta  di dalam lirik, berkomat-kamit. Ia menyapa?
Adakah dikau tersenyum, ataukah terpana? Mestinya kita memahami, itu juga bahasa Tuhan.
Bergurulah pada semut-semut kecil yang beriring jalan! Saling mengenali.
Ia mencium aroma setia tak tersisih di garis kesetiaan, melainkan menyisihkan dendam.
"Duhai, diri....
Jangan kotori kewibawaan insan, malulah pada budi yang bersemayam di hati ini.
Jiwa kita menyemai plamboyan, kedamaian
Biarkan bunga-bunga cinta bermekaran di taman
Bibit-bibit kesahajaan pakaian keimanan. Janganlah menyimpan dendam, bunga layu, pelita kan padam.
Usah bertengkar diri! Kekang ego jangan bermain api, sedangkan angin masih berhembus, kipaslah dada,
Usah bertengkar diri! Sauk dan teguklah tirta di telaga sunyi, bermandilah dengan kacahaya rasa.
Dunia ini indah, nikmatilah! Hidup ini sesaat, kapan beribadah?
"Ya... malulah pada semut-semut kecil yang berbaris di tanah. Berikan laluannya, jangan injak, ia mati.
Tapi, ia tak dendam.
Ketika disakiti, jangan salahkan doa-doa yang dizalimi dimakbulkan Tuhan....

HR RoS
Jkt, 28/07/17

Prosais Air Laut Tak Asin Lagi

#Puisi_prosais

AIR LAUT TAK ASIN LAGI
Romy Sastra

Layaran ini tak kuhentikan, meski gelombang datang menghadang, kulihat pantai itu ramai menanti pesta laut, dermaga hilir mudik membawa kristal-kristal asin ke pergudangan. Entah untuk apa kristal asin itu tuan timbun?" Negeri ini negeri bahari, kenapa mereka dahaga di atas air laut sendiri. Aku anak negeri ini heran, tertanya-tanya pada warta mengudara, pada teriak nyonya-nyonya di pasar-pasar, pada industri-industri kecil yang merasa rugi pada produksinya, perusahannya di ambang guling tikar,  "Ya, karena harga garam melangit. Ironisnya, langka. Aneh, negeri bahari ini.
"Tuan?! Apakah air laut memang tak asin lagikah? Ataukah tuan sudah pencundang kenyang bermain petak umpet oleh kolonial nakal? Aku manggut-manggut sendiri, ini lucu. Lucu selucu-lucunya. Negeri bahari air lautnya tak asin lagi, kuah-kuah di panci serasa hambar, nyonya terkekeh-kekeh di dapur, garam aja kok bisa langka. Bedebahnya kerja menteri-menteri itu. Layaranku, akhirnya berlabuh pada maruah bangsa yang dijajah oleh pemodal bermata satu.

HR RoS
Jkt, 28/07/17

Rabu, 26 Juli 2017

Sinopsis Bumi Mande Bapuisi

Sinopsis BMB Bumi Mande Bapuisi
Romy Sastra

Selayang pandang deburan pesisir menggugah tembok-tembok batu karang di Batu Kalang, pantai Kambang berhias pasir putih sejauh mata memandang dan hutan bakau di taman laut Bumi Mande Bapuisi. Kita bernyanyi bersama indahnya pesona pulau pantai Mande menghalau risau pada nyanyian yang sumbang menempuh petang, tentang kearifan lokal yang tak ingin tergerus zaman.
Di pantai Sago di pinggir jalan sajakku terhenti, kenapa camar-camar laut itu mulai enggan terbang tinggi, sedangkan siulan merpati tak ingin bisu, camar tak lagi mampu berlomba bernyanyi, ia memilih sunyi. Apakah sayap-sayapnya telah patah? "Ya... jika iya, masih ada sunset jingga nan jauh merupa menyulam cerita di kaki langit memanjakan dermaga Teluk Bayur dengan untaian lembayung pada riak-riak yang tenang. Satu sayap patah menikam jatuh, menimpa daun-daun mati, cukup saja tariannya melepas sayap putih terjatuh di daun mati, tunas-tunas enggan berganti, kenapa? "Oh... titian akar di negeri Pulut-Pulut Bayu Bayang Utara, destinasi wisata itu di ujung rimba, berhias negeri baru di atas awan, menitip cerita dua hati para remaja berkisah nostalgia, yang selalu setia menanti kehadiran kekasih tentang kepergian semusim rindu pada raya tiba.
Koto Baru Bayang, dibingkai janji-janji manis di rinai embun air terjun, destinasi berkasih sayang, di Bayang Sani itu, cerita bermula, kisah tak jadi di sini, rindu semusim usai pada rintik air bening di ujung mata mengundang pelangi bertandang, seperti bidadari membawa selendang bersolek di atas batu tak nampak oleh mata telanjang.
"Ya, sinopsis deburan petang, riang ombak bernyanyi di pantai  yang tak lelah menari gemulai di sagara nan dalam. Aku terdiam di batas ranah Pesisir Selatan, berjuntai memandang, sejuknya tatapan ke hutan belantara di sana. Pada suara alam, lembutnya kicauan cericit si burung mungil bersahutan.
Pesisir Selatan di nyanyian diksi Bumi Mande Bapuisi kala senja menyapa pantai di Carocok Painan nan permai.

HR RoS
Jkt, 26/07/17

Selasa, 25 Juli 2017

Puisi prosais_ OH, BAYANGANKU

#puisi_prosais

OH, BAYANGANKU
Romy Sastra

Di pertengahan terik, titik pusar hari membakari bayanganku, aku tegar. Sepoinya sang bayu menderu dedaunan, tak mampu redamkan panas di ubun, meski tertutup seribu topi di kepala, justru lelehan lahar mengaliri, harungi kulit-kulit di badan serasa bermandi tak berpancuran.
Jangan salahpaham pada Tuhan!" RahmatNya tidak terbatas pada hujan dan embun malam yang diidamkan oleh kesuburan. Tanpa kau terik, buah-buah tak meranum bergizi, malah ia akan membusuk sebelum matangnya tiba. "Tuhan... ajarkan hati ini bersyukur, jangan lalaikan hambaMu akan anugerah matahari yang dikutuk pada insan si pengeluh, di bawah terik rahmatMu yang tak dirindui ini.
Bayangan diri ini telah mulai perlahan berangsur menjauh pergi dari lingga diri. "Sadarkan hati!" Bahwa senja akan tiba, pertanda bekal azali pada janji hidup sebentar lagi berakhir di tangan misteri, terampaskah nyawa ini?" Ataukah dipeluk kekasih, entahlah....

HR RoS
Jkt, 26/07/17

Puisi prosais_Pijar Hati Yang Kucari

#Puisi_Prosais

Pijar Hati Yang Kucari
Romy Sastra

Siang tadi pijar hari menyapa, sebuah keniscayaan spirit alam menyinari mayapada. Ia menyemangati kulit ariku, bukan membakari. Embun pagi lenyap ditikam aurora langit.
Lebam di tangan tak peduli, kubiarkan saja ia menggenggam nasib badan.
Jalani saja liku-liku perjalanan hidup ini menempuh destinasi cinta di penghujung usia. "Ah... resah, kenapa bergayut hiba di sudut mata yang mulai basah?" Seperti embun senja menyapa dedaunan, dahaga dibakari pijar hari siang tadi.
"Ya...senja telah tiba, pijar hari kembali ke peraduan sunyi. Kulipat langit kala malam, kuhamparkan sajadah, kuhitung-hitung tiket pertunjukkan menatap layar diri. Layar terbentang pijar hakiki bertandang, inikah destinasi yang sesungguhnya kucari. "Ya, bersemayamnya maha cinta di hati ini. Ia yang tak pernah alpa menatap dengan kasih sayang tak berhujung tak bertepi selagi batin memandang.
Makrifat cintaku nyata adanya,
kehadirannya memanglah indah.
Aku terpesona....

HR RoS
Jkt, 24/07/17

Minggu, 23 Juli 2017

Cerpen kolaborasi, Ketika Cinta Tak Direstui

#Cerpen_Kolaborasi

KETIKA CINTA TAK DIRESTUI
Penulis: Romy Sastra bersama
               Fe Chrizta

#1
Mentari telah meninggi, di balik pentilasi jendela. Perlahan kusibak tirai pembatas dingin dari siklus hawa tak menentu menerebos jiwa nan lara.
Sedangkan hati ini masih resah, menatap jalanan yang diguyuri hujan semalam.

Tok..tok...tok....

Terdengar suara ketukkan pintu
dari luar kamar, seperti ada yang mau membangunkanku.

"Hai... Ridwan, bangun! hari sudah siang.
Apakah kamu gak kerja hari ini? Sahut suara itu.

Sepertinya ibuku memanggil ini, bisikku dalam hati.

"Ya... ibu, aku sudah bangun ini,
ibu berlalu mendengar jawabanku telah bangun.

Lama tatapan kosong
kala memandang satu pigura di dinding kamar terpampang.

Ia Anetta, kekasihku.
Bergumam, bertanya dalam bisu?"

"Netta?"
Kenapa dikau hadir mengisi hidupku,
abang mencintaimu Netta
sedangkan akidah kita berbeda
diriku ingin memilikimu.
Tapi, "ahh... lamunan, kau usik jiwaku.

Anetta, kita yang pernah mengikat janji tuk saling mencintai selamanya, apapun itu rintangan kita nanti, akan dihadapi berdua.
Bak merpati tak ingin ingkari janji sampai mati.
Setengah dekade jalinan cinta bersamamu, orang tuaku belum diberi tahu sama sekali tentang hubungan kita.

Pagi telah merambat pergi, aku Ridwan masih saja di atas tilam lusuh berbantal jemari letih.
Dengan rasa malas tiba-tiba, aku putuskan tak masuk kerja hari ini.

Lalu, ibuku mengetuk pintu kedua kalinya.

Tok..tok...tok....

"Ridwan..., haii, nak?"
kenapa belum bangun juga kau ini?"

Tak sabar ibuku membuka pintu, kreekk...
memang pintu tak terkunci dari semalam.

"Walah... kau ini Ridwan!"
Ada apa sih kamu kok melamun begitu, hari sudah siang, apa kamu cuti hari ini?
tanya ibuku dengan nada penasaran.

(Aku masih saja diam menatap
foto Anetta di dinding kamarku)

Spontan ibuku mengambil bingkai yang terpampang di dinding, ia sudah lama potret itu menghias relung-relung asmara, di kala kurindu dengan Anetta.

*******

Coba kamu terangkan Ridwan!"
Ada apa dengan foto ini?

Kutatap wajah ibu dengan rasa pesimis dan malu.

"Ibu..., maafkan Ridwan ya bu.

Foto ini adalah Anetta kekasihku bu,"
terus!" tanya ibu lagi.

Ia Anetta, sudah lama kupacari, Netta minta menikah denganku ibu.
"Lho... baguslah itu Ridwan, Nietta kan cantik, wanita karir lagi,
dan kalian saling mencintai kok.
Ibu juga tak sabar menimang cucu kesayangan dari pernikahan kalian nanti.

Ia ibu, tapi.
Tapi kenapa Ridwan?"

"Ibu... Anetta itu beragama Kristiani lho ibu.

"Walah... sahut ibu.

Tidakk, tidak Ridwan....

Ibu tidak merestui kamu menikah dengan Anetta itu. Dengar Ridwan!"
Apa kata dunia, jikalau ibu punya menantu orang Kristiani.
Mau ditarok di mana muka ibu, semua saudara mencelamu nanti Ridwan.

"Buu... yang menikah itu aku bu,
bukan mereka.

"Ia... ibu tahu itu Ridwan, tapi bagaimana pertanggungjawaban di akhirat kelak, sedangkan tuntunan agama kita jelas melarang menikah beda agama.

"Yaa... ibu, cinta itu butuh perjuangan serta pengorbanan.

Pengorbanan apa? Tidakk Ridwan.
Kamu tidak boleh menikah dengan Anetta itu, titik....

Ibuku keluar dari dalam kamar, membawa ekspresi gundah gulana.

Sedangkan aku larut dalam pikir, bak buah simalakama menjadi menu pagiku.

Kutuliskan sepucuk surat
kukirimkan pada Anetta.

Netta kusayang,
Abang sangat mencintaimu, tapi hubungan kita tak direstui oleh orang tua abang sayang,
maafkan abang ya Netta, bila kita tak berjodoh.
Abang tak sanggup menantang matahari karena sebuah cinta tak direstui, abang tak ingin disebut anak yang tak berbakti.
Sekali lagi, maafkan abang ya sayang....

*******

#2
Sementara itu di tempat lain...
Anetta termangu..
Matanya menatap jauh ke arah jendela kantornya yang berhadapan dengan laut...
"Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang..... atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?"
Kutipan ayat yang disampaikan pendeta dalam khotbah ibadah minggu masih saja terngiang dalam telinganya. Hati Anetta benar-benar kacau balau.
"Tuhan... apa yang harus aku lakukan? Aku bingung Tuhan... di sisi lain aku begitu mencintai Ridwan... tapiiii....." batin Anetta.
Hanya butiran bening yang menetes di pelupuk mata Netta.
_________________
                      __________________
Suatu siang...
Sepucuk surat dari Ridwan datang.
Dengan tergesa-gesa Anetta pun segera membukanya.

 "Netta kusayang,
Abang sangat mencintaimu, tapi hubungan kita tak direstui oleh orang tua abang sayang,
maafkan abang ya Netta, bila kita tak berjodoh.
Abang tak sanggup menantang matahari karena sebuah cinta tak direstui, abang tak ingin disebut anak yang tak berbakti.
Sekali lagi, maafkan abang ya sayang.."

Anetta terhenyak ketika membaca surat dari Ridwan. Ada pemberontakan yang begitu hebat di hatinya.
"Tidak... jangan sekarang Bang.. aku belum siap bila harus berpisah dengan abang!" jerit Netta sambil meremas surat dari Ridwan.
Ia pun bergegas mencoba menghubungi Ridwan di handphonenya, namun sia-sia saja. Nomor milik Ridwan tidak aktif.
Ahkirnya ia pun memutuskan mencari Ridwan ke Jakarta.

Bukan hal yang mudah untuk mencari alamat Ridwan di Jakarta. Namun dengan sedikit bantuan dari seorang teman, Anetta berhasil menemukan rumah Ridwan.
"Tok... tok... tok... permisi..." ucap Netta sambil mengetuk pintu rumah Ridwan.
"iya sebentar" sahut suara dari dalam.
Tidak berapa lama terdengar pintu dibuka, kreekkk....
"Netta???" ucap Ridwan terkejut. "Bagaimana kau bisa sampai ke sini?"
Ridwan setengah tidak percaya jika yang dihadapinya adalah Anetta, kekasih hatinya, lima tahun lamanya ia menjalin cinta.

"Eh.. anu.. itu.. eh... silahkan duduk Netta" kata Ridwan sambil tergagap-gagap.
Anetta pun duduk berhadapan dengan Ridwan. Untuk sementara waktu mereka hanya saling terdiam. Hingga pertanyaan Ridwan pun memecah keheningan di antara mereka.
"Kapan kau sampai di Jakarta?" tanya Ridwan.
"Kemarin siang saya sampai abang, aku menginap di rumah Maria. Dia yang membantuku mencari alamat abang." ucap Netta getir.
Lagi-lagi mereka berdua pun kembali terdiam.

Netta membuka pembicaraan

"Kenapa Bang? Tidak adakah jalan keluar yang terbaik buat kita? Apakah memang semua harus berakhir seperti ini?" kata Anetta terisak.
"Entah Net.. tapi mungkin ini yang terbaik." ujar Ridwan.
"Tapi Netta mencintai abang...." sanggah Anetta.
"Begitu pula dengan abang Netta... abang juga mencintai Netta tapi perbedaan kita sungguh tidak bisa disatukan Net..." sahut Ridwan. "Apa kamu mau berpindah keyakinan demi aku supaya kita bersatu?" lanjutnya.
Anetta terdiam dan tenggelam dalam isak tangisnya.
"Jawab Net.. apa Netta mau?" desak Ridwan. "Maaf bang... Netta tidak bisa membohongi kata hati Netta... Netta tidak bisa ikut keyakinan yang abang anut..." ucap Anetta.
"Begitu pula dengan abang Net... bila kamu mengajukan pertanyaan yang sama, abang pun tidak sanggup untuk ikut keyakinan yang kamu anut..." sahut Ridwan. "Dan lagi... apakah kita mau menyakiti hati orangtua kita bila bersikukuh meneruskan hubungan ini?"
Anetta menggeleng.
"Bagaimana pula dengan anak-anak kita kelak? Tidak mungkin dalam satu kapal akan dikendalikan dua nahkoda dan akidah... kapal tersebut tentu akan kesulitan menemukan arah dan tujuannya... Kamu paham kan Net?" ucap Ridwan.
Anetta pun menyeka air matanya.
"Netta paham bang... Maaf bila Netta terlalu egois ingin memaksakan hubungan ini...

Dengan hati yang kecewa, gayung tak bersambut, bak pucuk dicinta ulam layu sudah.

"Oya, bang, Netta pamit pulang aja ke Semarang bang... Netta ikhlas... Netta legowo dengan keputusan yang abang ambil... Semoga abang menemukan wanita solehah untuk mendampingi hidup abang... doa Netta menyertai abang. Dan Netta tidak pernah menyesal jatuh cinta pada bang Ridwan" ucap Netta sambil tersenyum.
"Abang pun juga begitu Net.. Abang tidak pernah menyesal jatuh cinta pada Netta dan abang doakan Netta pun segera menemukan pendamping yang lebih baik dari abang" jawab Ridwan.

(Hingga Ridwan berpisah secara baik-baik dengan kekasihnya Anetta)

Selesai

Jakarta, Semarang, 24/01/2017

Puisi Kolaborasi Kidung Tiga Gita

#Puisi_Prosais_Kolaborasi

KIDUNG TIGA GITA
Penulis: Romy Sastra bersama
               Fe Chrizta
               Puji Astuti                  

#i
Bersamamu gita
kidung hening dendangkan rasa
jari-jemari menari titipkan aksara hati
langit jingga pelangi kata bermadah
bersemi bunga dipupuk lewat diksi.

Gita tinta gugurkan resah
kenapa dunia dihiasi lara
sedangkan bayu tiupkan sepoi merayu
pada tetesan malam tak hujan
ciptakan embun,
rengkuh dada rindu
berkaca diri pada imaji
bernyanyilah!
Biar sepi berlalu pergi.

Pengabdian Srikandi dan Sembodro
leraikan jerih panah Arjuna di medan laga
rona kalbu menyentuh relung-relung pilu
bahwa rindu tak beristana megah
bermahkota nawacita cinta
tuk keseburan hati merenda setia.

Kidung tiga gita talenta sastra
antara petikan, dawai dan syair bernyanyi
bersamamu kita bisa menyulam history
cerita luka, tersenyum, canda, tawa, dan hahahahaaa....

Berbahagia seiring menempuh senja
di pantai maya ini,
jejakkan kaki melangkah yang kian menepi
meski terantuk kerikil-kerikil tirani mencibir
Aahh, tak apalah....

****

#ii
Senandung lirih terdengar perlahan
di antara desir angin
meniupkan nyanyian rindu menyayat pilu.

"Di mana engkau sayang?" Gumam bisu.
Bayanganmu semakin lekat di netra berdebu
ingin kutepis rindu
namun semakin kuat mencengkram
jejak-jejak langkah kaki berlari di sekeliling rasa
riuh berbisik di telinga teriakkan kata-kata manis
namun kau tak sekalipun tampakkan raga
buatku semakin deras teteskan butiran bening.

"Hentikan...!" bentakku sembari bersedih,
kau hujamkan belati pada pikiran nan lelah.
"Bebaskan aku..." ucapan nan lirih.
"Ya ...bebaskan aku dari rindu tak sudah.

Bawalah kisah kita dari keterpasungan ini
hingga jiwa beroleh kedamaian
bersatu dan abadi....

****

#iii
Perlahan telapak kaki ini
menyusuri tepian pantai pasir putih
menjemput riak air laut yang datang
aku tertegun memandang senja
ke mana mega yang berarak
berlalu pergi tak rinaikan awan.

Kemarin masih kita rajut asmara
begitu sempurna aku kau bawa
meniti perjalanan kasih suci
di senja itu kau bernyanyi mengucapkan janji
begitu manisnya.

Masih terlintas senyum bahagiamu
mengecup lembut bibirku
melambung tinggi lenakan rasa kala itu,
kita berjanji tuk arungi perjalanan
dalam lelah tak dirasa
eratkan jemari memintal benang kasih
setia sampai mati.

Kau yang pergi....

Akankah kembali lagi padaku?
Sedangkan di sini menanti rindu
penantian itu jangan sia-sia
meski dunia kita sudah berbeda
namun cinta ini tak akan pernah sirna
hanya dikaulah belahan seluruh jiwa
Mengertilah Arjunaku....

Jakarta, Semarang, Jogja, 29/01/2017

Puisi Prosais, Harakiri Janji

#puisi_prosais

Harakiri Janji
Romy Sastra

angin menitipkan warta pada merpati, bawalah setangkai rinduku ke beranda nona
berharap bunga-bunga kasih mekar, meski tak tersirami
seringkali kujanjikan merpati pulang
ingin berkasih sayang
sayangnya, sayap merpatiku patah ditingkah duri melukai
"nona....
tabir gelap memori kita semakin menutup lembaran kisah di antara dua hati
janji yang dulu terpatri, kuingkari saja
daku yang tak mampu cabari
sepoinya angin bernyanyi misteri
si pungguk mati diterpa mamiri malam
sang putri malam tenggelam di balik awan
bukan merpati tak mau pulang menepati janji
duri-duri di hatimu nona, semakin tajam menusuk jantungku
matamu tak lagi sayu merona pelangi
menunggu kehadiran rinai di senja hari
rindu-rindu yang dulu telah berdebu
bungamu kian gersang layu sudah,
kita yang tak tertakdir bahagia, pasrah
kubunuh saja ikrar itu,
bangkainya kujadikan sinopsis memori
rela cacianmu,
jadi selimut mimpi-mimpi malamku

HR RoS
Jkt, 23/07/17

Selasa, 18 Juli 2017

Cerpen Tangis Perpisahan

#cerpen

Tangis Perpisahan

Penulis: Romy Sastra

Tak terbayang sebelumnya dalam hidup ini, jika layaran harus tenggelam, dermaga rapuh untuk dituju, dian pun padam.
Nakhoda seperti kehilangan arah menempuh riak di tengah samudera. Sekoci pun terhempas batu karang, tali sauh rapuh mengikat tambang, malang.

Harapan pada suatu noktah adalah kebahagian dan damai, meski hidup terkungkung derita, cabaran pun silih berganti datang melanda. Di sana dan di sini memanglah tak sama irama nyanyian kisah dalam dendang kepayang, bukan irama sinopsis hidup semata, melainkan realiti yang terjadi pada kisah hidup insani nan dilalui.

Rinai mulai menyapa di ujung genteng, sayup-sayup suara azan berkumandang dari corong pengeras suara, waktu magrib tiba.

"Ros, usah lagi kita begaduh macam ni, malulah sama anak, mereka sudah mulai remaja. Abang mencintaimu, menyayangi anak-anak dan menyayangimu juga Ros.

Persetan dengan rayuan manismu abang.
Aku sudah bosan mendengarkan kata-kata cinta dan sayang darimu selama ini, bang Reza. Semenjak kita mula berpacaran aku mengenalimu kau memang playboy, sampai saat ini perangai kau tetap playboy tengik!

"Pertengkaran senja itu mulai menyapa"

Kreekkk... gubrakkk....

Daun pintu dibanting seketika oleh Ros, berlalu ke bilik anaknya meninggalkan suasana risau di dada suaminya.

Kawatir akan terjadi sesuatu di dalam bilik anaknya, lalu Reza menghampiri istrinya di dalam bilik.

Ternyata Ros sudah memeluk anak-anaknya. Kebetulan anak mereka belumlah tidur, masih saja menonton televisi drama kartun serial Upin dan Ipin. Ros menangis di pelukan anak-anak mereka.

"Papa, ada apa gerangan ini mama ya, papa? Mama kok menangis pilu macam ni?" Sahut salah satu anak Reza yang sulung.

Senja mulai menyelimuti kota, di luar rumah hujan pun turun, kota berwajah temaram, menandakan hari mulai malam.

"Nak, kenapa tak belajar soalan sekolahmu, bukankah ada perintah pekerjaan sekolah tadi siang dari gurumu?" Tanya Papanya kepada si sulung, sedangkan yang bungsu diam dan ikut menangis di pangkuan mamanya.

"Papa, soalan dari sekolah sudah saya kerjakan dari petang tadi pa, "jawab si anak sulungnya.

Seketika Ros bangkit menengadah menatap suaminya, Reza. Suasana di bilik pada malam itu, tak lagi nyaman di mata anak-anaknya, yang seharusnya tak elok pertengkaran kedua orang tua disaksikan oleh anak-anak. Tapi, karena keadaan orang tualah yang tak bijak dengan mengontrol emosi di dalam berumah tangga membuat suasana runyam terlebih lagi pada si buah hati yang mulai mengerti arti hidup dari potret kehidupan orang tua.

"Abang!" Pergi dari bilik ini, Pergiii....!!"
Aku sudah muak dengan sifatmu abang, kau punya selingkuhan taunya ya?!" Bentak Ros pada Reza, suaminya.

"Tidak, Ros, tidak. Kau salah paham terhadap abang tu.

"Apanya yang tidak abang Reza?"
Kau tengoklah di dalam meseg dan koment-komentmu di facebook fonmu itu! Aku membacanya di facebook fonku sendiri.

"Ya, ampun mama?! Mama salah paham itu. Jawab Reza pada Ros istrinya.
Abang kan seorang pergurau, banyak rakan-rakan abang bersenda gurau pada abang, itu wajar, bukan berarti abang selingkuh, mama. "Alaahh... masih saja berkilah, gombal!! Dasar buaya. Makian Ros pada suaminya.

Tanpa ampun, Ros mengusir Reza suaminya keluar rumah, dengan rasa emosi kecewa dan tak ingin melawan istrinya, Reza berlalu dari hadapan anak dan istri. Air matanya tumpah di derasnya hujan. Tangisan perpisahan pecah bercampur makian tak terbendung antara Reza dengan istrinya. Disaksikan oleh anak-anak mereka, di suasana hujan pada malam hari, dingin menusuk tulang, Reza terus berlalu. Entah ke mana tujuannya yang ia ingini, hatinya gaduh, antara pulang ke orang tuanya atau ke mana ya!? Gumamnya dalam hati dalam perjalanan di lorong-lorong kota ia berjalan.
Ia tak ingin pertengkaran itu semakin panas di depan anak-anaknya. Makanya Reza mengalah pergi sementara tinggalkan anak dan istri tercinta.

Pada suatu pilihan, Reza memutuskan tuk menuju salah satu mesjid di kota itu. Reza yang basah kuyup tak membawa bekal apapun dan salinan tuk mengganti pakaiannya yang basah.

"Kenapa kau ini, anak muda? Hari sudah malam, di mana alamat rumahmu?" Ataukah kau hendak mencari alamat seseorang di kota ini ya?"
Reza yang disambut oleh penjaga mesjid tempat ia berteduh, menjawab pertanyaan penjaga mesjid itu dengan rasa gugup.

"Iii.. ii... iya pak ustadz, saya hendak mencari alamat saudara saya di kota ini, dan saya kemalaman.
"Oo, kalau begitu, istirahatlah di mesjid ini anak muda!" Sahut pak usadz penjaga mesjid itu.

"Terima kasih saya pak ustadz, atas kebaikannya.
"Iya, sama-sama anak muda.

 Reza diberikan kain sarung dan baju seadanya untuk mengganti pakaiannya yang basah itu.

Pada malam itu, selepas solat. Reza berdoa memohon petunjuk pada Allah, akan problem rumah tangganya yang ia hadapi, mendapatkan jalan dengan sebaik-baiknya. Ia ingin menjelaskan kembali kesalahpahaman dengan istri tercinta.
Reza menyesali diri, kenapa ada pertengkaran dengan istri yang kucintai itu, ya Allah.

Di sisi lain, Ros pun tak larut dalam kesedihan dan kegundahan hatinya dengan suaminya. Ros berdoa pada yang kuasa memohon petunjuk juga. Semoga suaminya kembali pulang dan ia ingin berdamai dengan keegoannya dan kekhilafan suaminya.

**********

Sesungguhya mereka saling MENCINTAI....

Tapi karena telah kebawa ego dan emosi masing-masing, hingga pertengkaran terjadi yang gak sepatutnya disaksikan oleh anak-anaknya.

Esok harinya, setelah habis solat subuh di mesjid itu.
Ada sebuah kekuatan rasa memanggilnya ia pulang, menemui anak dan istrinya kembali.

Reza akhirnya pamit kepada ustadz di pagi itu, tuk melanjutkan perjalanannya. Iya terpaksa berbohong karena malu menceritakan problem yang terjadi di dalam rumah tangganya pada pak ustadz.

Reza dengan rasa optimis melangkah pulang kembali ke rumahnya, dengan jalan kaki ia berdoa dalam hati, semoga anak dan istrinya menyambutnya dengan baik kembali, bila sampai di rumah nanti. Dalam perjalanan menuju rumah, Reza menempuh dua jam lebih dari mesjid yang ia singgahi semalam, jarak dari rumahnya.

Sesampai di halamn rumahnya,
hari sudah mulai siang.
Reza mengetuk pintu....

Tok tokk tokkk... "Asalamualaikum??"

Reza dengan hati yang berdebar-debar berharap ada sahutan dari dalam rumahnya.

"Waalaikumsalam"
Jawab suara dari dalam

"Kreekk... daun pintu dibuka.

Dengan mata melotot, Ros menatap suami sedikit marah, mungkin dari rasa sisa pertengkaran kemaren petang.

"Mama, maafkan abang ya ma?"

Ros tak memperdulikan ungkapan Reza, suaminya. Istrinya diam dan berlalu pergi tinggalkan suami yang mematung di depan pintu.
Padahal di hati Ros, ia tersenyum menatap suami telah pulang kembali.
Tanpa basa-basi, Reza menyerobot saja masuk menghadang istrinya.

"Mama!?" Maafkan abang mama!!
Jika abang salah bergurau di dunia maya. Hingga membuat mama cemburu dan marah-marah tanpa ada penjelasan dari abang terlebih dahulu.

Ros mulai tersenyum dengan kata-kata suaminya, Reza.

"Iya, abangku saya maafkan dirimu"  Tapi....
"Tapi apa mama?
"Abang jangan selingkuh tau.
"Hai ...siapa yang selingkuh ma?!"

"Hehe, gelak senyum Ros, pada suaminya.

"Jangan marah-marah lagi ya mam"
Rayu Reza pada istrinya, dan mama itu salah paham sama abang petang kemaren itu, lo.

Dan Ros pun meminta maaf pada suaminya, karena telah mengusir suami tercintanya dari rumah pada saat hujan
Akhirnya mereka berdamai, saling berjabat tangan dan saling berpelukan.
"Ma, abang mencintaimu mama.
Iya, abang. Mama pun sama.

Anak-anaknya sedari tadi menyaksikan kedua orang tuanya berdamai, anak-anak mereka berteput tangan.

"Horee... papa dan mama sudah baikan ni.
Alhamdulillah ya Allah, orang tuaku sudah akur kembali.

Spontan saja, anak-anak mereka ikut berpelukan bersama kedua orang tuanya.
"Mama-mama, jangan bertengkar lagi ya!?" Sama papa, kasihan papa, mama. "Tidurnya entah di mana semalam tu.

Reza dan Ros saling bertatapan mendengarkan penuturan kedua anaknya.
Hingga mereka tertawa bersama-sama sambil memeluk anak-anaknya.

Selesai

HR RoS
Jakarta, 18-Juli-2017

Jumat, 14 Juli 2017

Puisi Ayah

PELANGI DI DADA AYAH
Karya: Romy Sastra II

"Ayah, sudahlah bermain lumpur
hari sudah petang, matahari hampir tenggelam,
kodok dan jangkrik mulai bernyanyi

"Wahai anakku...
meski tubuh ayah terkubur lumpur, cangkul ini masih bisa memacul,
ayah akan pulang bila azan berkumandang,
biarkan magrib ini ayah sujud di pematang
ayah menunggu pelangi tiba
karena hujan mulai reda
di mata ayah tadi, ada rupamu menjelma
menjadi sosok ksatria di hari tuaku

"Ayah, darahmu mengalir di nadiku,
pelitamu menyinari hati ini
aku akan tetap berbakti
doakan ksatriamu memetik bintang
jika pelangi tak jua datang senja hari
pulanglah ayah!" Niscayaku tetap mengabdi
akulah darahmu, nan mengalir di sanubari
pada peluh itu, mengucur membesarkan anak-anakmu

HR RoS
Jakarta, 090717

Puisi tentang Ayah

KUNCI SURGA ITU
Karya: Romy Sastra II

ayah....
ragamu bagaikan otot kawat bertulang besi
kasih sayangmu menetes di sekujur tubuh
jatuh menyirami
suburkan tanah tunaskan cinta
di dadamu pelita, di pundak jua amanah
di jejakmu kami melangkah
meski surga tak berada di telapak kakimu
dikau ayah, sosok imam di dalam keluarga
engkaulah kunci pintu-pintu surga itu

ayah....
pada tongkat petuah-petuah cinta
engkau tuntun kami ke jannah
dengan belaianmu,
seperti terlindungi berada di tangan raja
raja yang menyayangi, mencintai rakyatnya
bangga kami padamu ayah
seperti bangga pada ibu juga
engkau sosok langit memayungi mayapada
dan ibu sosok bumi melahirkan cinta

HR RoS
Jakarta, 070717

Puisi persatuan

KEPAL TANGAN INI
Karya Romy Sastra

di tanah ini kita berdiri
dilahirkan dari rahim ibu pertiwi
negeri ini surga yang turun ke dunia
kita jaga kelestarian dalam kasih
meski berbeda prinsip keyakinan yang ada
usah dibentangkan perbedaan
kawal perbedaan itu menuju kebersamaan

pada janji di tiang merah putih kita berbakti
satu cinta kepada cinta saling berbagi
menjaga perdamaian jadikan kekasih
seperti jari-jemari mengikat temali
putra putri bangsa bersatu
walau berbeda suku beda kayakinan
kita sama-sama satu tujuan, bertuhan

kepal tangan ini mari berjanji
satu hati dalam kasih
meski kiblat kita berdiri tak sama
dalam pijakan beriring jalan
berpelukan di dada yang terbina
menjaga kerukunan di antara kita

HR RoS
Jakarta, 100717

Rabu, 12 Juli 2017

Puisi Sufi

MENCARI MAHA KEKASIH
By Romy Sastra

Tapa lingga yoni ning hening
lebur terkubur bermandi peluh
mencari cinta sepanjang permana
memuji menempuh kematian di dalam hidup
dalam gulungan ombak beriak tak bertepi
mencariMu

Bilangan napas di tubuh gemuruh
bertanya pada sami' lonceng berbunyi
membuka pada tabir bashir
sepasukan kerlip bertamu
jubah Jibril menyelimuti dunia
gigil terpana diri diam tak berucap

Rasa bisu menyentuh kalam
bawalah daku mursyid ke langit tertinggi
kasta-kasta mewah ditempuh
pada tujuh pintu neraka kau tutup
membuka tujuh pintu nirwana
terbuka tirai maha kerlip
menyentuh segala sukma
tauhid berdiri di Baitullah

Salaamun qaulam mir rabir rahiim
salam sejahtera untukmu wahai pendaki
di sini pintu rahmat maha raja bermula
daun-daun berguguran
netra dunia padam netra batin menikam

Memang pendakian ini
belumlah sampai jejak langkah kau daki
ini masih alam cahaya
leburkan saja kerlip jingga itu
jangan bermain rona
itupun masih rupa nafsu
matikan dirimu hingga fana
kan kau temui yang kau rindu

HR RoS
Jakarta, 15/2/17

Puisi Kolaborasi

#Puisi_Kolaborasi

ANA DAN KAKA

Ana dan Kaka
sentuhan jemari belaian rindu
kiambang bertaut sisakan senyumanmu.

Ana dan Kaka
biarkan teratai layu di tasik madu
akar berenang menelan pahit
benang-benang kehidupan
cabaran merajut kilauan.

Kelopakmu tersusun rapi
meliuklentok mengejar bayangan
jangan layu tersentuh bak mimosa pudica.

Ana dan Kaka
sayapmu patah di kiri dan kanan
menganyam rindu di bibir malam
tadahkan tangan dalam sujud
raih mahabbah maha kekasih.

Jangan mengharap kasih
yang tak kunjung datang
bicara tentang mama dan papa
iringi dengan doa
yang terkubur di pusara
sirami dengan kembang setaman
berbahagialah hendaknya nama yang tertulis di batu nisan
di samping pohon kemboja.

Ana dan Kaka
tersenyumlah menatap mentari pagi
di sana kehidupan masih berlanjut
senja belumlah tiba
persiapkan amal ibadah
untuk bekal bersemayam nanti
bersama mama dan papa, ya, di sana.

ANA DAN KAKA adalah
(kisah dua anak yatim)
puisi kolaborasi, Nur Mutiara, PELITA TRENGGANU ( Norhaizan Mahussin)
bersama Romy Sastra

Jakarta, Malaysia 18/2/17

Puisi Optimis

OPTIMIS
By Romy Sastra

Dalam lamunan
kukhayalkan tentang diri
berteriak dalam ruangan kosong
desahku lirih mencibir bayangan semu
teriakin kebodohan

Dalam sadar kubuka pikiran
pikirkan tentang jalan hidup
untuk menerobos onak belukar
kegundahan diri selama ini
gundah dalam bayang-bayang ilusi

Tersadar diri
memegang teguh jalan hidup
menjalani realita hidup dari-Nya
napas napas optimis kuiringi memandu
mengabdi ke jalan Ilahi gapai ridho-Nya

Canda tawa selama ini tak seindah kubayangkan
tak lagi menghibur lara
banyak sudah kebenaran Ilahi dilalaikan
pecundang sudah bersama lelah

Pagi bersama terik tatap masa depan
menutup bayangan semalam
jemari menyusun pertanyaan sastra
menulis dalam syair
walau terkurung dalam tanda tanya
di ruang penuh misteri
tetap jawabannya
aku akan menganyam realiti
untuk meraih impian
membentuk kepribadian

Tak selamanya malam itu kelam
bersujud dalam kesunyian di keremangan
mengadu kesilapan diri
menghalau kegundahan
semoga gelisah berlalu pergi

Dalam doa
menengadah mencari cinta-Nya
mencoba memacu semangat mencintai-Nya
berharap dicintai-Nya
dan mencintai yang di sampingku juga
mendekap tanpa melukai kasih sayang
hidup indah bersama cinta

Dalam goresan optimis ini
semoga maha karya puisi
tak sia-sia memaknakan cinta
oh, diri. Mengertilah!

HR RoS
Jkt,19/2/17

SABDA AZALI

SABDA AZALI
By Romy Sastra

Empat anasir berpadu
menjadi koloni buat tubuh
Nur Muhammad telah dulu bersaksi
Hu Dzatullah
Asyhadu alla ilaha illallah

Segalanya bermula dari alam kosong
yang ada DzatNya
Nur Qun Hu Dzullah
di dalam kandungan Qun Nur Muhammad dari pada DzatNya

Berkuasanya Dzat kepada sifat
tidak Aku jadikan engkau wahai Muhammad
melainkan rahmat untuk sekalian alam

Berfirman Rabbani pada sifatullah,
teteskan air nuktahmu wahai NurKu!

Nur mani menjadikan cahaya putih,
kepada air

Nur madi menjadikan cahaya hitam,
kepada bumi

Nur wadi menjadikan cahaya merah,
kepada api

Nur maningkem menjadikan cahaya kuning,
kepada angin

Tiada kosong telah terisi wajibul wujud

Bersabda sifatullah:
iyakun kun jadi, jadilah engkau Jibril
penguasa bumi

Bersabda sifatullah:
iyakun payakun jadi, jadilah engkau Mikail
penguasa air

Bersabda sifatullah:
iyakun payakun jadi, jadilah engkau Israfil
penguasa angin

Bersabda sifatullah:
iyakun payakun jadi, jadilah engkau Izrail
penguasa api

Kepada Adam tercipta sebagai insan kamil
khalifah di muka bumi,
tiada upaya semua tercipta mengabdi

Adam papah tak memiliki daya
sabda Rabbani titipkan karsani kepada Jibril
karsani ditiupkan ke tubuh Adam
Adam berdaya,
apa yang ada di dunia menyerah
Idajil tak terima

Daya keimanan Adam pada keinginan
menjadikan rasa mecumbui nafsu duniawi

Karsani tertancap di ubun
tembus ke dubur jadi abu
berjalan di bumi Allah
gelisah tak berpenamping
dari keinginan tercipta Hawa
tempat bermanja dan terlena
sesungguhnya surga dan neraka itu
nyata ada di dunia dan di jiwa ini

HR RoS
Jakarta, 21/2/17

Puisi Sufi

RENUNGAN MUSYAFIR
By Romy Sastra

Debu tak mesti bernoda padahal ia nirmala
sauk saja jadikan tirta tak basah
adakala ia pembersih yang dihalalkan
pergi bertamu ke Baitullah
jalan sang musyafir seribu langkah tak lelah
Sedangkan peluh meluruh di tubuh
bercampur debu bernoda tak mengapa

Kenapa banyu melimpah tak disentuh
tuk bersihkan wajah pada religi
sedangkan matahari di hati
tak pernah redup menyinari
puji-pujian pun di rongga
tak lekang memandu ruh di nadi

Ah, malulah pada hayat
tak lelah menghidangkan nafsu duniawi
kenapa tak disyukuri pemberian yang ada
bulan masih purnama
kejora masih kerlipkan cahaya
matahari belumlah terbit dari barat
berbenahlah sebelum terlambat

Ah, malulah pada ruh
ia masih bermain riang tak berbaju
bercumbu sunyi dalam kelambu rindu
ketika tamu tak diundang datang
jangan sesali tarian jiwa terhenti tak lagi berirama
penyesalan alang kepalang tiada guna
kembalilah wahai diri pada-Nya
dunia tak pernah indah
meski disulam dengan emas permata

HR RoS
Jakarta, 230217