Selasa, 25 April 2017

Prosaliris

#repost
Renungan Senja Prosaliris

LANGKAH KEHIDUPAN
ADALAH NGARAI YANG MENGINTAI
Karya: Romy Sastra II

Jejak langkah jalan setapak gontai melaju lunglai, bak daun-daun yang melambai berbisik lirih di sela dedahanan.

Diri ini,
dari tiada ia menitis menjadi ada
konsep Ilahiah teragung, pada penciptaan yang sempurna.
Beradunya koloni kasih sayang di antara sang penikmat rasa cinta dalam desah asmaradana.

Ia tertitip hikmah dari rahman rahim-Nya,
hingga terbentuk insani yang kamil,
di kolam garbah.
Tercipta, terlahir fitrah dalam dendang buaian kasih sayang si buah hati ditingkah nyanyian manis terlena menjelang tidur.

Bibit yang mulai tumbuh tertawa lucu
riang menari tarian indang berdendang,
cepatlah besar nak!"
tataplah bulan nan menjulang di awan,
raihlah bintang-bintang yang bertaburan di angkasa jauh
hembusan bayu menyapa sendu di dedaunan,
putik-putik bermekaran adakala berjatuhan,
ditingkah ayunan gelombang zaman
acapkali alpa di balik warna kehidupan
mengertilah tentang dunia ini dengan seribu satu wajah yang molek dan merayu.

Roda berputar pada poros zaman adalah keniscayaan,
akan terhenti pada janji yang dipatri oleh takdir azali?"
sedangkan nyanyian hidup sumbang tak senada dalam gesekan biola nan mendayu, syahdunya alunan bunian air di pancuran,
tak mampu merubah bisingnya deru debu di perjalanan yang gersang.

 "Aahhh....

Kadangkala jejak tak seiring jalan dengan tuntunan,
sering berlabuh ke dalam penyesalan
derap langkah kehidupan,
selalu dibayangi ngarai menganga lebar mengintai,
jerih berpeluh nista tergadai pada
aroma menipu, sentuhan selembut sutera tergoda oleh rayuan hampa, hina.

"Oohh... diri,
bercerminlah kepada kisah yang pernah terjadi,
tuailah kearifan budi dalam napas-napas pikir

"Oohh... hati,
bergurulah kepada awas,
akan terbukanya makna rahasia Ilahi.

"Oohh... memori yang menghampiri
petiklah lembaran hikmah pengalaman
jadikan iya tuah yang dimaknakan.

Jalan ini sebentar lagi akan sampai di penghujung jalan,
padahal kehidupan terus berlanjut mengiringi zaman.
Damaikanlah zamanmu wahai budi, oleh jubah kewibawaan diri yang sememangnya sama-sama dimengerti lajunya lika-liku perjalanan hari,
biarkan tauladan diri berarti.

Waspadalah!"
jangan memaksakan kehendak berlari,
jikalau jalan itu terjal akan terjatuh ke lembah yang tak akan bangkit lagi, sadari!
Hormatilah fitrah yang diselipkan dalam sanubari,
mengukur bayangan oleh tantangan zaman.
Berhati-hati adalah kewaspadaan diri yang tak ingin tergelincir ke ngarai pada bibir akan melukai.

Remang senja telah menyapa pada sisa-sisa usia, sebentar saja pelangi mewarnai petang,
yang akan berlalu tenggelam ke ruang misteri,
senja adalah gambaran wajah alam redup
renungan hidup menuju perjalanan Tuhan, raihlah mahabbah kasih-Nya
dalam ibadah yang tak mengharapkan fasilitas surga lagi
dan beribadah tak lagi takut karena neraka.
Sesungguhnya,
bersama-Nya adalah surgawi itu.

Palingkan murka-Nya pada langkah yang salah arah, oleh keegoan diri merasa benar sendiri,
dahan telah kering menunggu ranting jatuh ke bumi
yang tersisa adalah nama dan sejarah
bangkai jadi debu, bias lenyap kepada tiada.

HR RoS

Jakarta, 23-Agustus-2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar