Selasa, 25 April 2017

Prosa

#Repost Prosa

KEMBALILAH ANAKKU
Karya: Romy Sastra II

"Umi...??" anakku.
Kalau kau pergi merantau ke tanah seberang, sukses tidak suksesnya jangan lupa pesan Ibu ya?!
Pesan itu, adalah pesan Ibu kandung Umi, semasa ia hendak merantau ke tanah Jawa.
jagalah sholat dan kesehatanmu,
pandai-pandailah bergaul dan baik-baik saja di negeri orang ya, nak?!
Kelak ibumu sudah tua, hiduplah di kampung halaman. Bawa anak-anak dan suamimu nanti pulang ke rumah kembali.
Ibu akan selalu berdoa untukmu.
Walau kau tak membawa emas berlian dari rantau, kampung halaman tetaplah intan permata, oh, anakku.
Dan surga itu, berada di bawah telapak kaki Ibumu ini, Umi.

******

Sedangkan Abi, adalah suami dari Umi.
Mereka telah dikaruniai tiga orang anak, dua orang anak perempuan yang cantik, dan satunya lagi lelaki yang tampan.

"Abi bertanya kepada umi"

"Umi? Hidup ini tidak sekedar makan dan mencari kekayaan semata.
Akan tetapi di sisi lain, akidah memanggil umat untuk menegakkan panji-panji khilaffah yang telah berdiri di Irak dan Syiria sana, Umi.

Umi terdiam,
perlahan suaranya bangkit menengadah ke wajah sang suami dengan pasti.

Ya, Abi..."
ketika panggilan jihad datang terhadapmu, wahai Abi.
Abi akan pergi membela panji ISIS, Umi merelakan Abi mati syahid di tengah pertempuran.
Walaupun aroma darah kematian telah Umi rasakan, dari keringat Abi, bagi Umi itu adalah wangi kesturi surgawi.
Keyakinan sang jihadah yang teguh dari pengaruh ISIS selama ini, ia telah terdoktrin aliran Islam ekstrim dalam kelompok pengajiannya.
"Mmmm..." ironis.

Paham ekstrim itu merasuki jiwa sang syahidah di negeri sendiri.
Seakan tekad baja, keyakinan yang telah terdoktrin pemahaman propaganda itu adalah khilaffah yang benar-benar berada di jalan Allah.

"Na'uzubillah minzalik"

Bagi mereka itu adalah jalan yang mulia.

Sang jihadis akhirnya pergi ke medan tempur, tak berapa lama, Abi dikabarkan tewas ke tanah air.

Selang beberapa bulan, akhirnya Umi dan ketiga anak-anaknya menyusul ke Syiria, secara diam-diam. Ia diajak oleh kelompok ISIS yang lainnya menuju Syiria. Dan telah berada di salah satu sudut kota negeri rampasan ISIS.
Padahal, Umi berniaga di pusat grosir Tanah Abang, yang cukup menjanjikan masa depan buat ia dan anak-anaknya kelak dewasa.

******

Ya, Umi. Sapa Aminah dalam tanya? yang belum sepenuhnya mengerti akan sepak terjang Abinya selama ini.
Aminah adalah anak kedua dari Umi, Ibu kandungnya sendiri.
Sedangkan yang lelaki si sulung hanya asyik membaca buku-buku peninggalan Abinya, dan yang bungsu belum tau apa-apa akan persoalan demi persoalan hidup orang tuanya, karena sibuk mengaji dan mengaji.

Aminah bertanya lagi,
"Umi? Kita berada di Jakarta berniaga cukuplah sukses, sebagai agen/grosir pakaian di pertokoan Tanah Abang, telah dicukupi segala kebutuhan kita, Umi. Serta keperluan lainnya.
Kenapa kita harus ada di sini di negeri yang penuh gejolak ini, Aminah takut Umi?"

Anakku?" dengarkan Umi ya!"
Kita ada di negeri yang diberkahi ini nak.
Abi kita gugur di sini, dan kita akan menyusul Abi sewaktu-waktu anakku.
Soal keperluan kita sehari-hari
bahkan kematian kita nanti di sini adalah surga, dan surga itu pun dijanjikan oleh pakem khilafah jihadah ini. Berdasarkan hukum-hukum khilafah jihad, dan harapan masa-depan hidup kita ada di tangan penguasa ISIS, janjinya nak.

Tapi, Aminah rindu akan tanah air kita Umi, serasa batin Aminah ingin pulang saja menemui nenek yang jauh di Indonesia.

Abi dan Umi berniaga yang lumayan sukses.
Kenapa Abi pergi menumpahkan darah yang sia-sia saja, kini Abi telah tiada, entah di surga mana Abi berada kini, oh, Umi?"
Uminya terdiam, sesekali ia melirik jauh ke halaman barak-barak jihad yang berpasir, seperti menutup rahasia yang penuh misteri dari doktrin jejak dakwah Abinya selama ini. "Ahh... kau terlalu polos nak, terlalu suci untuk korban di sini, berlabel mati syahid. Air mata Uminya deras mengalir.

Air mata seorang Ibu yang penuh kebimbangan hidup dan akidah yang mulia, gundah oleh pertanyaan Aminah anak kedua mereka yang sangat cerdas itu.

Jauh di sudut rasa, gejolak bak anak singa maju ke hutan belantara, berburu rusa demi harga diri sebagai penguasa rimba alam raya. Tepatnya di gurun padang pasir, yang dia tak tahu sesungguhnya medan yang ia tempuh, untuk berjihad di kelompok ISIS sendiri.

Abinya telah dulu pergi meninggalkan keluarga anak dan istri tercinta semenjak anak dan istrinya di tanah air.

******

"Flashback"
( sebelum kepergian Umi ke Syiria)

Dengan ucapan takbir, Allahu akbar!!!
Abinya pergi dari Indonesia menuju Syiria.

Selang berapa lama, warta mengudara dari Timur Tengah.
Abi tewas di medan tempur sebagai jihad mati syahid.
"Mmmm... berita itu menggemparkan keluarga Abi.

Semua sanak saudara menangisi kematian Abi,
Umi datang dengan suara perlahan, jangan tangisi suamiku wahai familyku semua.
Abi telah berada di surga Allah, telah bertemu dengan ruh-ruh jihadis lainnya, dan telah bersama bidadari-bidadari surga, ikhlaskanlah kematiannya, Abiku itu!
Sedangkan Umi, istri dari Abi yang gugur itu tak sama sekali meneteskan air matanya, menampakkan ketegeran keyakinan akan kematian Abinya yang telah mulia sebagai syahid.

Semua keluarga dalam berkabung terdiam dengan keteguhan isteri tercinta Abi. Si istri jihadis, Umi.
Sedangkan anak-anaknya hanya sesesungukkan di sudut rumah karena kematian Abinya.

 Selang berapa bulan kemudian
Umi menghilang dari kabar,
sanak saudara pada bertanya-tanya.
Kalau Umi telah meninggalkan semua kehidupannya di kota Jakarta, termasuk perniagaan yang ia rintis dari jerih payahnya selama ini.
Bak ditelan bumi, Umi pergi di kegelapaan malam bergabung ke markas kelompok ISIS.

Testimoni Umi, dalam akun yang kami simak. Mereka berbahagia di sebuah negeri yang diberkahi katanya.

Ironis,

Ibu yang di kampung halamannya sendiri tak lagi dia rindukan, bahkan air mata sang ibu tak berhenti menetes akan keberadaan nasib sang anak dan ketiga cucunya yang ia risaukan selama ini.
Badan sudah kurus kering wajah keriput menua merindukan si anak tak pernah kembali semenjak kabar kematian si Abi suaminya.

Ibumu, berbalut selendang usang yang dia sandang di bahunya, telah lusuh membasuh luka yang tak berdarah, dalam keringat berurai air mata, menatap potret anak tersayang di dinding rumah.
Anakku, pelitamu hampir padam
senja telah di tepi ngarai nak.
Pulanglah sayang!!!

Ahh..."
Aku di sini, sebagai penulis bersama keluargamu Umi, menukilkan hiba pada sanak saudara di sana,
pelajarilah dengan seksama konsep organisasi yang jelas-jelas terhakimi oleh dunia sebagai teroris!! Negara kita dan dunia Islamnya bukan thagut dan bodoh.
Dan kelompok Islam menilai bahwa ISIS adalah bentukkan propaganda untuk mengambil kesempatan kekisruhan antara Suni dan Syiah di Timur-Tengah, dan merampas ladang-ladang minyak, yang ia gunakan untuk proyek kehidupannya serta biaya ongkos perang berkoloni dengan para sekutu-sekutunya, analisisku.

Aku suluh asap, bukan maksud membakar jerami di ladang singa berdiri.
Tapi hanya sekedar menyampaikan rintihan ibunda Umi di sini, di kampungmu. Kalau ibundamu sudah tua, tak berhenti-berhenti menangis,
pilu akan nasib permata yang diharapkan dari kecil itu.
Kembalilah Umi, ke Indonesia!!

Ibu cemas menantimu bersama ayahmu.
Kami ingin memelukmu kembali meski Abimu telah tiada.
pulanglah nak" bersama cucu-cucuku.
Bahwasanya rumahmu dan di telapak kaki ibumu kau mengabdi, adalah surga yang sesungguhnya di dunia ini.
Ingatlah pesan ibundamu dulu, ketika kau akan pergi merantau.
Bukalah nurani yang terbingkai di dadamu itu.

Kenapa tanah berpasir kau rindukan, padahal belum tentu jihadmu itu adalah surga yang kau rindui, meski tubuhmu berbalut sunah. Pahamilah nak, dengan akal pikiran serta jiwamu akan langkahmu itu. Benarkah perjalananmu jihad fisabilillah mati langsung masuk surga.

"Aaahhh...." anakku Umi?"
Lebih baik mati terhormat bernisan bernama di tanah merah
di samping ibumu nanti.
Daripada mati sia-sia di sana, tak bernisan, yang akan berselimut debu ditiup angin-angin lalu.

"Rintihan ibunda sang jihadah"

HR RoS

Jakarta, 26- Agustus 2016

"Prosa seorang Ibu merindukan anaknya tuk segera pulang di medan Jihad"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar