Sabtu, 26 Agustus 2017

ESAI

_Esai_

Menyimak karya religi akak Pelangi Senja dari Selangor Malaysia.
Oleh Romy Sastra

Ini puisi membuka cakrawala pikirku, tuk meesaikan sebuah karya sahabat merangkap kakak. Tanpa ia sadari atau tidak, puisi ini mengandung filosofi hakikat yang sangat bermakna sekali pada isyarat batin yang tersirat di diri ini.

Puisi yang tak bertajuk huruf melainkan tajuknya aksara tanda titik-titik menandakan kosong tapi berisi menuai pikir dalam renungan pada titik-titik yang mesti dipahami bagi yang mencari destinasi titik itu.
Ini sebuah bentuk perjalanan imaji si aku penulis menyauk tirta di telaga batin memandu bilik-bilik diri.
Sangat sulit menterjemahkan sebuah syair yang tersirat meski ia tersurat, jika si pembaca tak memahami isi daripada kosong, melainkan insan-insan yang sudah menempuh perjalanan batin yang sudah ia temui isi di dalam kosong itu sendiri.

Mari kita menyimak puisi ini:

.....

bernafas dalam tubuh tak berjasad
bergerak bagai jisim yang  bernyawa
bercahaya dalam terang meski gelap
berbara tanpa api yang terbakar
entah..
kukutip kau dari mana
hidup dalam denyut tanpa nadi
bacalah aku tanpa noktah
kerana aku ada di mana jua

Pelangi Senja, 21.08.17
Selangor

Pada larik pertama si Aku bermadah:
-bernafas dalam tubuh tak berjasad.
Ia mengajak kita merenungi sesuatu yang batin di dalam diri ini, sebab nafs itu batin. Terasa lajunya keluar masuk pada rongga dan hidung. Ia sebuah ibadah iman diri puji memuji hakiki dari detak jantung dan nadi, Ya Hu, Ya Hu, Ya Hu / Allah Allah Allah. Dan ini dinamakan solat jati pada tingkat ibadah tarikh batin, bukan pekerjaan jasad lahiriyah.

Dan menyimak di larik kedua:
-bergerak bagi jisim yang bernyawa.
Dari tarikh gerak nafs itu mengajak jisim, dalam makna tubuh atau jasad memuji bersama lahir dan batin, maka jisim bernyawa.

Di larik ketiga:
-bercahaya dalam terang meski gelap.
Ia menuntun jiwa berselancar mencari cahaya sejati, cahaya sejati itu adalah nur dalam diri. IA sangat nyata adanya dan IA awas tak tersaksi oleh rasa tak tersentuh oleh rasa itu di dalam gelap, yang ada pekat tapi IA lebih dekat dari pekatnya gelap itu.

Larik keempat:
-berbara tanpa api yang terbakar.
Ia menyiratkan empat nafsu di dalam diri. Mutmainah, lawamah, sufiah dan amarah.
Empat nafsu bagian dari api jisim membakari panas setengah panas sedang dan sejuk. Jangan hidupkan amarah biar gak terbakar. Sebab bara itu, hanya bisa dipadamkan dengan sabar istighfar.

Pada kalimat larik kelima:
-entah.
Ia si Aku terpana bukan dungu pada lajunya pikir di dalam diri. Melainkan betapa megahnya sang Maha di dalam jiwanya.

Di larik keenam:
-kukutip kau dari mana.
Si Aku semakin heran dengan penomena yang terjadi pada puji batin, ia datang tiba-tiba bersamaan, kemilau manik-manik jiwa membuncah ke seantero arasy jiwanya, tertegun si Aku indahnya megah.

Di larik ketujuh:
-hidup dalam denyut tanpa nadi.
Sungguh si Aku semakin terharu, terpukau pada mati di dalam hidup. Sebab, si Aku yang mengenali hakiki tak lagi berpijak pada nadi dan detak jantung memuji. Ia si Aku telah bermusyahadah kepada sejati, bersaksi. Sesungguhnya yang hidup itu adalah Dzat laisa kamiselihi.

Larik kedelapan:
bacalah aku tanpa noktah kerana.
Pada Dzat laisa kamiselihi syaiun mengajak semua ciptaanNya tuk memuji mengenali khaliknya, tanpa ada alasan makhluk merasa takut pada Maha Pencipta yang Maha lembut. Tercipta karena sebab melahirkan akibat / kausalis terjadi karena kehendak tak ada yang sia-sia ia diciptakan.

Pada larik terakhir:
-aku ada di mana jua.
Ilahi, Ar-Rabbani menyatakan pada segala ciptaanNya. IA khalik tidak jauh dari makhluk dan dari segala yang ada. Sedangkan leher dengan urat leher masih ada jaraknya, IA Allah manunggal menyatu kepada segala yang ada. IA berada di mana-mana, bukan bermaksud IA banyak. Akan tetapi IA Dzat Awas menyelimuti segala yang ada dan tiada sekalipun. IA Allah Akbar, Allah maha besar.

HR RoS
Jakarta, 24/08/2017

Colek Pak Dosen
Pakdhe Agung
Pakde Eko Windarto
Defri Andi Pitopang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar